Langit Jakarta hampir gelap ketika manusia-manusia berdatangan menyesaki peron Stasiun Manggarai yang sempit. Seorang anak kecil sesekali mendongak menatap wajah ibunya. Tangan mereka erat bergandengan.
Ketika kereta rel listrik (KRL) datang, si ibu tetap diam, seolah berpikir keras bagaimana ia menerobos kerumunan orang yang berebutan naik kereta itu. Padahal, kereta selanjutnya, dan selanjutnya lagi, juga susah mereka naiki, seiring kian banyaknya orang yang pulang kerja.
Bagi orang lain yang melihatnya, seolah ingin menyampaikan pada ibu tersebut bahwa sebaiknya lain kali jangan naik KRL di saat jam sibuk seperti ini jika membawa anak kecil. Kasihan anaknya.
Ya, potensi kerumunan seperti si stasiun-stasiun KRL di jam sibuk pagi dan sore hari, sebaiknya dihindari ketika membawa anak kecil. Orangtua harus bijak memperhitungkan risikonya. Orang dewasa saja kerap tergencet, apalagi anak kecil.
Faktanya, sesekali masih terlihat orangtua membawa anak kecil naik KRL di saat jam sibuk.
Kerumunan massa memang berpotensi menimbulkan masalah. Beberapa tragedi yang terjadi pada kerumunan, umumnya dipicu satu hal tertentu yang kemudian membuat orang-orang dalam kerumunan tidak bisa mengelak lalu menjadi korban.
Ibarat tumpukan kertas kering, ketika ada kertas terpercik api, maka semua kertas lainnya pada tumpukan bisa ikut terbakar dengan cepat.
Anak-anak kecil berpotensi menjadi korban yang tak berdaya ketika berada di kerumunan yang tak terkendali. Jika orang dewasa saja bisa tumbang di tengah kerumunan, bayangkan pula jika menimpa anak-anak kecil.
Maka dari itu, perlu adanya kontrol dan peran orangtua. Jika anak sudah beranjak remaja dan kerap bepergian dengan teman-temannya, orangtua seharusnya mampu mendeteksi ke mana saja anaknya pergi, dengan siapa dan bagaimana kira-kira situasi tempat yang dituju si anak remaja itu.