Seorang rekan saya kerap mencari-cari amplop putih tiap kali undangan pengambilan rapor anaknya muncul.
"Eh, punya amplop putih nggak? Aku lupa beli, padahal besok mau ambil rapor anak," pintanya suatu ketika.
Saya yang semula tidak paham maksudnya, menanyakan apa tujuannya mencari amplop putih tersebut.
"Ya buat ngasih gurunya dong, wali kelas sama guru-guru yang lain. Malu kalau nggak ngasih, apalagi kalau mau lebaran, kita harus tahu dirilah," ucapnya.
Mendengar jawabannya, saya terus terang sempat heran dan membandingkan dengan sekolah anak saya yang tidak pernah ada isu-isu semacam pemberian amplop untuk guru saat pengambilan rapor. Sepertinya, beda sekolah memang beda kebiasaan yang dianut oleh para orangtua siswanya.
Cerita unik lainnya pernah dilontarkan seorang rekan lain yang anaknya sempat mengalami perpindahan sekolah.
Ketika masa pengambilan rapor, ia sudah antre di dalam kelas untuk mengambil rapor sekaligus konsultasi terkait evaluasi hasil belajar.
Satu per satu orangtua lain ia perhatikan memberikan amplop putih usai menyelesaikan konsultasi. Diberikan dengan saling senyum dan metode salam tempel.
Nah, berhubung rekan saya itu orang baru dan tidak menduga hal semacam itu terjadi di depan matanya, ia pun kebingungan dan sempat panik. Sesaat ia memutuskan harus mencari amplop putih juga karena merasa tidak enak. Ia pun kemudian berhasil mendapatkan amplop dari orangtua lainnya yang juga sedang antre.
Entah sejak kapan pemberian hadiah kepada guru dari orangtua siswa menjadi semacam budaya di sekolah-sekolah tertentu (dan tidak semua sekolah tentunya). Ada yang berupa uang diselipkan di amplop, ada pula yang sukarela memberikan hadiah berupa barang atau makanan.