Penantian panjang hadirnya KRL Commuterline di luar Jabodetabek akan segera berakhir dengan munculnya KRL rute Jogja-Solo. Mulai 20 Januari 2021 ini direncanakan uji coba terbatas dengan penumpang kalangan terbatas yang terdiri dari unsur pemerintah beserta stakeholder.
Sedangkan mulai 1 Februari 2021, masyarakat umum dapat kesempatan ikut menjajal dengan tarif cukup 1 rupiah saja. Nantinya, tarif resmi yang diberlakukan untuk KRL Jogja-Solo adalah 8.000 rupiah flat. Informasi tersebut terungkap dalam webinar "Hadirnya KRL Jogja-Solo", Selasa (19 Januari 2021) sore.
Uji coba terbatas tersebut dilakukan dalam rangka menguji layanan KRL serta mengedukasi masyarakat sekaligus mengambil masukan dari para calon penggunanya.
KRL Jogja-Solo ini memang hadir menggantikan sang legendaris Prambanan Ekspres atau Prameks, khusus untuk rute Stasiun Balapan Solo hingga Stasiun Tugu Yogyakarta. Sementara untuk Yogyakarta tujuan Kutoarjo masih tetap dilayani oleh Prameks.
Inilah salah satu penanda ketika kereta diesel digantikan dengan kereta bertenaga listrik.
Hadirnya KRL di jalur Jogja-Solo tentu patut disambut gembira meskipun secara emosional pasti akan ada perasaan galau harus berpisah dengan Prameks. Ya, bagi kalangan komuter Jogja-Solo, Prameks telah menjadi bagian hidup mereka.
Saya pribadi sebagai mantan pengguna Prameks beberapa tahun yang lalu, merasakan banyak kenangan tertinggal di Prameks dan Stasiun Solo Balapan. Eeaa...
Kini, era baru bersama KRL bakal dinikmati warga jalur Jogja-Solo. Sebanyak sebelas stasiun pun telah disiapkan, yaitu dengan urutan Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo, Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, Gawok, Purwosari hingga Solo Balapan. KRL akan singgah di sebelas stasiun tersebut dari semula hanya 6 stasiun yang disinggahi Prameks jurusan Kutoarjo-Solo.
Menariknya, mayoritas stasiun atau sebanyak 5 stasiun, berada di wilayah Kabupaten Klaten yang wilayahnya memang diapit oleh jalur Jogja dan Solo. Kelima stasiun tersebut adalah Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper dan Delanggu. Hal ini menyisakan peluang sekaligus tantangan karena justru integrasi antar moda transportasi belum terlihat di wilayah Klaten.
Angkutan umum di daerah Klaten bisa dibilang masih jauh dari kata ideal. Saya pernah beberapa kali menyambangi daerah pedesaan di Klaten dan selalu ragu untuk menggunakan transportasi umum. Bahkan oleh warga Klaten sendiri justru disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi, minimal sepeda motor, mengingat sulitnya mencari angkutan umum yang mengakses dari Klaten menuju daerah kecamatannya.
Nah, ketika sudah diberikan sarana KRL dan lima stasiun transit, maka pemerintah setempat seharusnya bisa memanfaatkannya dengan baik untuk membangun integrasi antar moda ini.