Lihat ke Halaman Asli

Widi Kurniawan

TERVERIFIKASI

Pegawai

Tahun 2020, Naik KRL Commuterline Ibarat Ketemu Mantan

Diperbarui: 28 Desember 2020   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Stasiun Sudirman di kala pandemi Covid-19 (foto: widikurniawan)

Ada satu hal yang hilang dalam diri saya gegara pandemi Covid-19 ini. Saya harus merelakan status sebagai pelanggan KRL Commuterline, dan kini harus puas dengan sebutan "mantan" pelanggan.

Sekitar akhir Februari 2020 saya tak lagi menggunakan KRL Commuterline untuk berangkat dan pulang kerja. Rupanya saya tak sendiri, selama pandemi memang terjadi penurunan jumlah penumpang.

Oke, pasti ada yang bilang saya cemen karena takut penyebaran virus corona di KRL. Ya biarin aja lah, biasa mah itu.

Alasan susah menjaga jarak dalam KRL memang menjadi pertimbangan utama. Terlebih lagi dengan pembatasan kapasitas penumpang, justru membuat antrean di luar stasiun bisa bikin senewen.

Hal ini ditambah dengan fakta bahwa saya tak lagi direstui istri jika masih nekat naik KRL. Bisa-bisa pintu rumah dikunci rapat-rapat ketika saya pulang.

"Ya kalau sampai naik kereta lagi, silakan tidur di teras aja, nanti aku sediain karpet dan bantal," ancamnya.

Baiklah, meskipun harus mengeluarkan ongkos transportasi lebih mahal, akhirnya saya beralih naik bus PPD untuk berangkat dan pulang kerja. Paling tidak, naik bus ini lebih nyaman dan tak ada kepadatan penumpang karena kapasitasnya maksimal hanya 50 persen dan kenyataannya malah lebih sering terisi sekitar 15 persen saja.

Keuntungannya saya bisa duduk dan tidur saat di perjalanan. Beda kalau naik KRL, bisa duduk adalah situasi langka. Saya pun lebih terbiasa berdiri terhimpit lautan penumpang. Sambil tidur juga.

Meninggalkan KRL sebagai moda favorit memang terasa berat. Selain berat di ongkos, beragam kenangan di KRL juga berat untuk ditinggalkan. Selalu saja ada kejadian absurd di dalam KRL.

Sebut saja sebuah peristiwa dalam KRL yang terjadi tak lama sebelum pandemi. Saat itu walau penuh penumpang, ternyata tak sepadat biasanya. Masih ada jarak sekitar lima sentimeter antar penumpang. Lumayan lah.

Tiba-tiba, aroma busuk menyeruak. Menusuk hidung yang saat itu masih belum bermasker. Ini pasti ada yang buang angin, pikir saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline