Lihat ke Halaman Asli

Widi Kurniawan

TERVERIFIKASI

Pegawai

Pemotor Gunakan Jaket Ojol untuk Akali Aturan Ganjil Genap?

Diperbarui: 7 Juni 2020   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulit membedakan mana ojol betulan, mana yang menyamar saat berlakunya ganjil genap (foto: widikurniawan)

Sepeda motor bakal dikenakan aturan ganjil genap, kecuali untuk ojek online (ojol). Aturan ini akan diberlakukan setelah Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif. Melalui Pergub tersebut selain mobil, rekayasa ganjil-genap juga berlaku untuk sepeda motor.

Keruan saja aturan ini menimbulkan reaksi dari masyarakat dan sejumlah pengamat. Pemberlakukan ganjil genap untuk sepeda motor dinilai kurang bijak di tengah kewaspadaan pencegahan virus corona. Aturan ini bukannya membuat masyarakat menahan diri untuk bepergian, tetapi justru bakal mencari beragam cara lain untuk bisa mengakali aturan.

Kesiapan transportasi umum juga menjadi salah satu yang disorot. Bagi mereka para pekerja yang terkena dampak ganjil genap tentu sebagian akan beralih ke transportasi umum, padahal di masa PSBB transisi ada banyak protokol ketat yang menyertainya, termasuk pengurangan kapasitas penumpang sebanyak 50%.

Pengguna setia transportasi massal juga ikut-ikutan terdampak akibat aturan ganjil genap sepeda motor. Limpahan pengguna sepeda motor inilah yang diprediksi bisa memicu penumpukan dan antrean panjang transportasi massal seperti transjakarta dan MRT.

Kekhawatiran tersebut sangat beralasan mengingat saat ini hampir semua perusahaan dan instansi mulai mewajibkan karyawannya untuk kembali bekerja di tempat kerja, bukan di rumah lagi. Bahkan melihat situasi pada Jumat, 5 Juni 2020 lalu, jalanan Jakarta kembali macet dan beragam transportasi massal sudah mulai dipenuhi penumpang.

Di satu sisi, aturan tersebut seolah juga mendorong penggunaan sepeda dan pejalan kaki. Dalam Pasal 21 disebutkan:

"Selama masa transisi untuk semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi sepeda sebagai sarana mobilitas penduduk sehari-hari untuk jarak yang mudah dijangkau."

Kesannya ideal, tetapi pada kenyataannya tidak mengakomodir pengguna sepeda motor yang menglaju dari daerah Bodetabek. Padahal jumlah mereka sangat signifikan banyaknya. Kan tidak mungkin juga naik sepeda dari Bogor ke Jakarta untuk pergi bekerja. Bukannya sehat tapi malah kena penyakit pernafasan gara-gara kebanyakan menghirup asap knalpot.

Pengecualian ganjil genap terhadap ojol atau yang disebut sebagai angkutan roda dua berbasis aplikasi, juga menimbulkan celah. Pertama, karena ojol sudah diberi lampu hijau untuk kembali mengangkut penumpang per tanggal 8 Juni 2020. Agak sedikit aneh karena di satu sisi masyarakat umum dibatasi pergerakannya, tetapi karena kembalinya ojol maka pergerakan manusia sepertinya tidak akan terbatasi.

Celah kedua adalah karena masyarakat kita memang sangat kreatif mengakali aturan. Dengan adanya pengecualian terhadap ojol, sepertinya bakal membuat pedagang jaket dan helm berlogo perusahaan aplikasi seperti Gojek dan Grab bakal kebanjiran pembeli.

Ya, buat apa repot-repot berpindah transportasi atau jalan kaki kalau dengan modal kurang lebih seratus ribu rupiah untuk membeli jaket sudah bisa menyamar jadi ojol? Sudah menjadi rahasia umum jika produk atribut ojek online sangat banyak bertebaran di marketplace.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline