Entah sudah berapa tahun lamanya saya tidak berkunjung ke Pasar Kliwon Temanggung. Nah, ketika kali ini saya memiliki waktu yang sebenarnya sempit tapi bersahabat bagi saya, akhirnya saya pun kembali menginjakkan kaki ke pasar tradisional yang terletak di jantung kota Temanggung ini.
Masuk ke bangunan Pasar Kliwon Temanggung saya disambut senyum ramah dan sapaan para pedagang. Apakah saya mengenal mereka? Ah, tentu tidak. Senyum dan sapa sudah menjadi ciri khas keramahan khas warga Temanggung.
"Nyari apa Mas?" tanya beberapa di antara mereka.
Saya begitu menikmati langkah demi langkah menelusuri lorong-lorong di antara los-los pasar. Ada satu hal yang membuat saya kali ini bersemangat menyambangi pasar ini, yakni kopi.
Ya, kopi yang katanya buka di tengah pasar. Warung kopi yang katanya banyak dicari orang luar kota gara-gara instagram dan pemberitaan media. Hmm, seperti apa sih warung ini?
"Bu, nek tumbas kopi teng pundi nggih?" tanya saya kepada ibu penjual krupuk, menanyakan posisi warung kopi yang dari tadi saya cari. Ibu tersebut kemudian menunjuk satu arah, dan rupanya saya satu lantai di atas warung kopi tersebut.
Saya bak menemukan harta karun melihat tatanan warung kopi berjudul "Lawoek" itu. Seorang perempuan tampak menunggu di warung yang kira-kira berukuran 1 x 2,5 meter tersebut.
Waw, sempit nian mas bro?
Namanya juga los pasar. Samping kirinya adalah penjual tahu dan tempe goreng. Sementara seberang depan persis adalah penjual aneka ikan asin.
Hanya ada dua kursi kayu untuk pengunjung. Jadi karena saya sendirian datang, berarti sudah 50% kapasitas untuk pengunjung terisi. Betul begitu kan?
"Banyak yang datang dari Jakarta, Kalimantan, Bali, Sumatra, datang ke sini penasaran," ucap mbak penjaga warung kopi itu.