Lihat ke Halaman Asli

Widi Kurniawan

TERVERIFIKASI

Pegawai

Sudahlah, Jangan Naik KRL "Commuter Line" Lagi

Diperbarui: 1 Mei 2018   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana dalam KRL Commuterline (foto by widikurniawan)

Pagi itu tak seperti biasanya, KRL Commuterline jurusan Tanah Abang belum juga terdengar akan segera masuk Stasiun Bojonggede. Sudah 20 menit lebih jarak waktunya dari KRL jurusan  Jakarta Kota yang sudah jalan sebelumnya.

"Lama amat, telat nih," gumam seorang calon penumpang, dia nampak gelisah.

Saya pun gelisah, begitu pula wajah-wajah banyak orang lainnya. Terbayang sudah bakal terlambat datang ke tempat kerjaan. Terbayang pula pendapatan harian yang bakal terpotong.

Peron sempit Stasiun Bojonggede tiba-tiba saja terasa penuh sesak. Wajar, satu kereta terlambat datang berarti ratusan orang terlambat terangkut.

Namun, tak lama kemudian petugas mengumumkan kereta akan segera masuk. Calon penumpang pun merapatkan barisan. Merangsek ke bibir peron, menetapkan strategi supaya bisa masuk lebih dulu.

Begitu kereta datang dan pintu-pintu terbuka, bergegaslah manusia-manusia pengais rejeki itu saling mendesak, berebutan masuk dan mencari posisi strategis. Gara-gara terlambat beberapa menit, kereta sudah terlanjur penuh, maka sisa ruang satu sentimeter pun sangatlah berharga. Jangan harap dapat tempat duduk, karena dapat posisi berdiri dan dua telapak kaki anda bisa menapak lantai kereta pun sudah merupakan nikmat. Karena tidak mustahil satu kaki kita akan menapak di kaki orang lain.

Saat kereta berhenti di Stasiun Citayam dan saat pintu-pintu kembali terbuka, gelombang manusia kembali mendesak dari luar. Mereka pantang menyerah untuk bisa masuk ke dalam. Kami yang di dalam pun berharap tidak ada yang memaksa masuk.

Itulah salah satu "egoisme" penumpang Commuterline. Saat di posisi di luar, kita akan sekuat tenaga memaksa masuk. Sebaliknya, ketika sudah di dalam kita akan berharap tidak ada penumpang baru yang masuk, bahkan memaki dalam hati orang yang memaksa dirinya masuk.

Situasi di Citayam hanya cobaan awal. Ketika tiba di stasiun berikutnya yakni Depok, Depok Baru, Pondok Cina dan seterusnya, situasinya sama. Penumpang di stasiun itu selalu saja memaksa masuk.

"Woi, sudah penuh woi!! Jangan paksa!!" teriakan ini mulai bermunculan.

"Penumpang yang tidak bisa masuk agar tidak memaksakan diri, silakan menunggu kereta selanjutnya," imbauan "template" dari petugas ini sudah pasti tidak akan digubris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline