Lihat ke Halaman Asli

Widi Asyari

Guru SMA Bahrul Ulum Tambakberas Jombang

Pendidikan Profesi Guru: Sebuah Tuntutan dan Tuntunan dalam Keprofesian Guru

Diperbarui: 9 Desember 2020   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan Profesi Guru:

Sebuah Tuntutan dan Tuntunan dalam Keprofesian Guru

Oleh : Widi Asy'ari, S.S*

Di era komunikasi, profesi guru saat ini tidak lagi hanya sekedar mentransfer pengetahuan. Karena posisi pengetahuan sudah tersedia dalam gadget anak  didik kita, setiap pertanyaan akan dijawab dengan mudah oleh gadget mereka, dengan sekali ucap, gadget mereka bahkan lebih cepat untuk menjawabnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana posisi guru dalam menghadapi abad-21 ini, apakah guru akan beradu akselerasi dengan teknologi? Apakah posisi guru akan tergantikan oleh teknologi informasi?

Guru sebagai seorang pendidik tentulah harus memahami dengan benar, apa yang dipikirkan, dirasakan, diimajinasikan oleh siswanya, sehingga ketika pembelajaran, kita menyuguhkan sebuah materi yang siswa tersebut menganggap hal itu sudah usang, merasa materi tersebut sudah ada dalam gadget mereka, dan mereka malah menguji dengan apa yang kita suguhkan, apalagi kita "penulis" sebagai guru Sejarah, di mana frame mereka, sejarah adalah tentang fosil, artefak, museum, hal-hal kuno dan jauh dari "kekinian" mereka. Sebuah tantangan yang "berat" mungkin yang dirasakan guru pada saat ini, bagaimana pembelajaran harus direncanakan, dikemas, ditata serapi mungkin. Dan hal itu berbeda ketika kita menjadi siswa pada saat itu, kita menerima apapun yang diberikan guru kita, dan kita percaya apapun yang diberikan guru adalah hal yang terbaik bagi kita.

Kami sebagai guru sejarah khususnya harus mampu memadukan teknologi, seni, imajinasi dan pengetahuan untuk bisa menyuguhkan materi kepada siswa, sehingga minimal mereka akan menikmati apa yang akan kita suguhkan kepada mereka, dan mereka tidak merasa terbebani untuk merasakan apa yang telah kita suguhkan. Semisal, dalam pembuatan media dan bahan ajar, media dan bahan ajar semenarik mungkin, mampu menarik imajinasi mereka tentang materi. Sebuah contoh membahas tentang masa pra sejarah, kita menampilkan cobek untuk memancing imajinasi dari apa yang ada di lingkungan kekiniannya.

Kita juga bisa menggunakan stimulus game-game yang disukai mereka, dengan menggunakan referensi game yang berlatar belakang sejarah, seperti Age of Empires dan Europa Universalis  tentang peradaban Eropa kuno, Dynasty Warriors  menceritakan babak tiga Kerajaan Kuno di daratan Tiongkok, Verdun, Brothers in Arms: Road to Hill 30,  mengusung nuansa Perang Dunia Kedua, mereka selalu berhasil membawa nuansa sejarah di setiap episode,  Rome: Total War, Assassin's Creed menceritakan mulai dari perang Reinassance, Revolusi Amerika, hingga yang baru-baru ini dibawa seperti babak perang Yunani. Sayangnya kami tidak menemukan game yang berlatar peradaban Nusantara yang mendunia. Nusantara online mencoba pada tahun 2010 akan tetapi belum mendapat respon positif, kemudian Majapahit Cyber Kingdom juga bernasib sama, semoga ke depan Nusantara bisa menarik para programer kita yang menjadikannya mendunia.

Frame anak didik terhadap sejarah harus kita ubah, materi tidak harus dicermati dengan serius dan berakhir dengan tugas yang memberatkan siswa, kita harusnya membebaskan anak didik kita tentang apa bentuk tugas kita tagihkan kepada mereka. Apapun bentuknya, itu adalah hasil dari kreatifitas mereka, kita sebagai guru hanya sebatas fasilitator dalam sebuah pembelajaran. Siswa milenial dapat memanfaatkan berbagai alat dan aplikasi yang ada dalam gadgetnya untuk membuat sebuah produk, tinggal bagaimana kita mampu membimbing dan mengarahkannya.

Ujian yang sebenarnya dalam menjawab tantangan abad-21 ini adalah pada masa pandemi ini. Dengan perubahan dari pembelajaran luring ke daring dengan cepat, tidak ada kurikulum dan panduan guru dalam pembelajaran, guru dipaksa untuk mengadakan pembelajaran secara daring dengan siswa. Di lapangan berbagai kendala dan hambatan yang bervariasi, baik dari persiapan sekolah, kendala teknis, kendala kurikulum, dan kesiapan guru sendiri, menjadi permasalahan yang komplek dan tidak bisa diselesaikan dengan satu-dua hari.

Guru berimprovisasi dengan kemampuan masing-masing dalam memaksimalkan gadgetnya, mulai dengan menggunakan WA grup, Classroom, e-learning yang gratisan, dan menggunakan pembelajaran semi online pada kasus siswa yang daerahnya kesulitan sinyal. Dalam masa pandemi ini, semua pihak dalam masa kegalauan dalam semua bidang, dan dalam pendidikan menjadi terdampak ketika menghadapi kebijakan dari dinas pendidikan, pemerintah setempat, dan wali murid. Setiap keputusan harus diambil dengan kebijakan yang mempertimbangkan aspek kehati-hatian, sekali salah melangkah akan berdampak kepada seluruh komponen sekolah.

Mengapa harus ada pendidikan profesi guru? Dalam pengalaman kami (penulis), ketika mengikuti PPG selama kurang lebih tiga bulan, kami mendapat pengalaman yang berharga dalam keikutsertaan PPG, LMS yang begitu ketat, tugas yang harus diselesaikan, materi yang harus diselesaikan, meet yang harus diikuti setiap saat, menuntut kami untuk membagi, memanajemen waktu keseharian dan waktu dalam LMS dalam (tim spent) yang begitu ketat, tidak jarang terbentur dalam sekian waktu, sehingga diperlukan pilihan atas prioritas waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline