Petani singkong di Kabupaten Lampung Timur, Lampung mengeluhkan kelangkaan pupuk yang setiap tahun nya mengalami kelangkaan mahalnya pupuk non-bersubsidi atau pun bersubsidi mengakibatkan kalangan petani mengalami kesulitan. Padahal kebutuhan pupuk terus meningkat. Keluhan tentang kelangkaan pupuk bersubisidi dan mahalnya pupuk non-bersubsidi di ungkapkan petani singkong di Desa Gunung Pasir jaya, Kecamatan Sekampung Udik , Kabupaten Lampung Timur, Lampung, Sabtu (18/3/2023).
Menurut para petani singkong di desa tersebut, kelangkaan pupuk bersubsidi jenis urea dan pohnska sudah menjadi permasalahan para petani dari tahun ke tahun. Selain itu, untuk mendapatkan pupuk subsidi, saat ini terlalu banyak persyaratan untuk mendapatkan pupuk subsidi seperti harus pakai kartu khusus dari pemerintah atau Gapoktan.
Sutamso (57) salah seorang petani singkong di Desa Gunung Pasir Jaya mengatakan, dengan menggunakan pupuk non-subsidi, biaya sarana prasarana produksi yang dikeluarkan para petani bertambah, sehingga keuntung para petani berkurang disaat panen singkong. Dan saat ini, harga singkong mengalami penurunan hingga 80%.
Menurut petani sutamso (56) untuk saat ini harga pupuk subsidi jenis pohnska dan harga pupuk jenis urea Rp 140.000 per sak (50 kg). Sedangkan untuk harga pupuk non-subsidi yakni Rp 240.000 per sak (50 kg) untuk pupuk jenis pohnska dan untuk pupuk jenis urea.
Selain pupuk mengalami kenaikan harga, ditambah kelangkaan pupuk jenis urea. Petani singkong juga membutuhkan obat-obatan pertanian yang harganya juga mahal, seperti obat semprot untuk membasmi hama dan rumput. Harga obat semprot di pasaran berkisar Rp 80.000 sd 100.000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H