Lihat ke Halaman Asli

Pahlawan Perang

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemuruh laju kereta memelan; berhenti. Ini adalah kota yang kami tinggalkan demi kemerdekaan. Kami turun dengan bangga. Haru membuncah perlahan. Terdengar sorak sorai para penjemput.Ya, kami adalah pahlawan. Sekutu telah kami usir dari tanah tercinta. Ya, aku sangat bangga. Kusapu wajah para penjemput. Dan kutemukan disana, Gadis yang dahulu menjahitkanku pakaian untuk bertempur. Aku berlari dan memeluknya. Iapun menangis.

“Dimana ibumu? Tidak menjemput ayah?”

Anakku memandangku kosong.

“Ibu lari dengan komandan Sekutu Pak.” Ucapnya tersengal.

Jantungku serasa berhenti.

“Syukurlah”. Kupalingkan wajahku ke belakang. Perawat cantik tersenyum padaku. Dia mengelus rambut anakku. Akupun tersenyum, memandang perutnya yang genap 6 bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline