Lihat ke Halaman Asli

Merdeka Belajar: Dekonstruksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara di Era Milenial

Diperbarui: 31 Mei 2022   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth



Kihajar dewantara telah meninggalkan kita 63 tahun yang lalu, namun pemikirannya tak lekang oleh zaman. Pandangannya yang visioner masih relevan untuk diterapkan dalam pendidikan di era milenial. 

Merevitalisasi pemikiran kihajar dewantara sebagai sebuah gagasan visioner  bukan saja untuk mengkonstruksi kembali pendidikan ala indonesia namun sekaligus sebagai pembentukan nation and character building manusia indonesia yang merdeka secara lahir dan bathin.  Pembentukan karakter berkepribadian  Indonesia inilah yang ingin dihidupkan kembali dalam pembelajaran di indoneisa.

Salah satu pemikiran khas dari Kihajar dewantara adalah mengenai budi pekerti. Budi pekerti merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga bisa dimaknai sebagai perpaduan antara cipta (kognitif)dan rasa (afektif) sehingga menghasilkan karsa (psikomotorik). 

Kihajar dewantara menolak sistem pendidikan yang hanya sebagai  tempat pendidikan pikiran atau rasio yang menebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya  pendidikan sosial emosional atau tanpa adanya olah rasa. Bagi kihajar dewantara pendidikan cultural juga penting untuk melengkapi mempertajam,  dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid.

Maka, Guru sebagai pendidik milenial  harus dapat menghayati pemikiran kihajar dewantara dalam konteks kekinian, misalnya mengenai pendidikan yang humanis, yang terbukti masih relevan, agar mampu mengantarkan murid siap mengisi zamannya kelak. Semakin berkembangnya jaman semakin besar tantangan yang dihadapi oleh guru. 

Menurut Kihajar Dewantara, Pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan berfikir saja melainkan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki murid yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar murid menjadi "murid yang seutuhnya." 

Pengembangan budi pekerti berupa olah pikiran (olah cipta), pengembangan budi pekerti (olah rasa, karakter /menghaluskan rasa atau karakter), kemauan (olah karsa) dan olah raga(jasmani) adalah bentuk pendidikan yang holistik yang akan menuntun bagaimana murid dapat tumbuh kembang secara baik. Sekaligus menjadikannya sebagai "manusia" yang merdeka. 

Guru tidak cukup hanya membantu memberikan pengajaran yang berorientasi pada penguatan ketrampilan berfikir (kognitif) saja. Tapi juga mendampingi murid untuk mengembangkan kekuatan batinnya, yaitu sosial,emosi , empati, dan lain sebagainya. Sebab, dalam pandangan Kihajar dewantara manusia merdeka adalah manusia yang dapat memerintah dan menguasai dirinya(mandiri), dan itulah kodrat sebagai manusia.

Lantas, bagaimana praksis pemikiran Kihajar dewantara diatas diterapkan dalam pembelajaran di era milenial?  Di era digital ini  semua guru mulai dituntut untuk bisa meningkatkan  kecanggihan berfikir bagi peserta didiknya. 

Salah satunya dengan mengoptimalkan penerapan konsep berfikir  komputasional, yaitu suatu metode menyelesaikan masalah dengan menerapkan tehnik ilmu komputer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline