Atas nama kedisiplinan, kadang guru terpancing untuk memberikan sanksi atau hukuman. Sanksi atau hukuman inipun kadang-kadang diembel-embeli dengan kata hukuman untuk mendidik. Seolah-olah tindakan menghukum siswa ini lalu dibenarkan, dengan alasan tujuan mendidik.
Pertanyaannya, mengapa mendidik harus dengan hukuman? Dengan kekuasaan yang dimiliki, seolah guru adalah hakim yang bebas untuk memberikan perintah hukum yang harus dilaksanakan oleh siswanya. Benarkah demikian ?
Kasus meninggalnya seorang siswa akibat diberikan sanksi fisik oleh oknum guru, baru saja terjadi. Sebenarnya kisah pilu dunia pendidikan yang semacam ini sudah tidak asing lagi karena cukup sering terjadi. Siswa menjadi korban, baik fisik maupun psikis dengan alasan atas nama kedisiplinan.
Banyak sekali kasus yang sebenarnya tidak sinkron dengan hakekat sekolah sebagai tempat belajar, tempat pembudayaan nilai-nilai mulia, tempat menimba ilmu pengetahuan, dan tempat belajar tentang kehidupan.
Latar belakang siswa yang kompleks dan beragam, kadang tidak mendapat tempat dan perhatian yang memadai, dan dalam hal pendidikan kedisiplinan ini, sering para pendidik di sekolah terjebak pada situasi penegakaan kedisiplinan secara kaku dan menghilangkan esensi pendidikan itu sendiri.
Eksistensi siswa sebagai peserta belajar, sudah barang tentu dengan berbagai latar belakang budaya ekonomi, dan suasana psikososial yang beraneka ragam pastinya akan membawa konsekuensi heterogenitas dan kompleksitas yang beragam pula.
Termasuk dalam hal penyesuaian diri terhadap nilai-nilai ketertiban kedisiplinan. Posisi siswa sebagai subyek yang sedang belajar berbudaya, termasuk dalam hal ini belajar berdisiplin, tentunya tidak selalu semua peserta didik mampu memiliki daya serap yang sama termasuk dalam hal penyerapan nilai-nilai kedisiplinan.
Variatipnya kondisi pemahaman dan penerapan nilai-nilai kedisiplinan siswa ini tentunya tidak dapat begitu saja digeneralisasi dalam menangani keberagamanan pendidikan bidang nilai kedisiplinan pada siswa.
Sehingga tidak cukup alasan, seorang guru menyamakan tindakan terhadap semua peserta didik yang kurang berhasil dalam membudayakan sikap disiplin. Perlakuan pemberian sanksi, hukuman, baik fisik dan psikis, tanpa pendalaman kajian tentu akan berakibat fatal dan bahkan bisa menjadi "trauma psikologis" yang berkepanjangan yang kadang tidak disadari guru.
Pelanggaran disiplin yang dilakukan siswa, mestinya tidak dipandang sebagai "pelaku kejahatan" yang baru saja melancarkan aksi jahatnya. Sehingga harus diadili dan dihukum secara sewenang-wenang tanpa analisa secara komprehensif terhadap permasalahan yang menjadi penyebab munculnya pelanggaran disiplin siswa.
Bahkan jangan-jangan indisipliner yang dilakukan siswa bisa saja merupakan cermin lain dari indisipliner yang jusatru diciptakan oleh segenap guru yang tidak mampu menjadi barometer suriteladan yang harus dijadikan panutannya.