Lihat ke Halaman Asli

Widia Devi Kumala Sari

Wanita Pembelajar

Menelusuri Trier, Kota Tertua di Jerman

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1391004183680343468

Deutschland, 26.1.14

Hoplaaaa aku free hari ini. Yuhuuuuuuu akhirnya seminggu ini aku dapat dua jatah hari libur. Emang gini nih fleksibel banget. Aku harus pandai menyesuaikan diri dengan kesibukan keluarga yang aku tinggali ini. Jadi sekali dapat jatah libur harus benar-benar dimanfaatin haha gak mau sia-siain waktu ceritanya.

Oke, hari Minggu ini aku janjian sama teman baruku untuk main bersama. Perkenalkan, dia sosok wanita muda berasal dari Tasikmalaya, Indonesia. Dia sekarang tinggal di Jerman di daerah Schweich yang tidak jauh dari kota Trier. Dia sudah 16 bulan tinggal di Jerman. Sudah tahu dan paham sebagian hiruk pikuk aktivitas serta kebiasaan orang Jerman.

Aku bersyukur bisa kenal dia. Kali ini dia banyak cerita pengalamannya kepadaku dan intinya aku dapat banyak informasi dari dia. Vielen Dank kawan, semoga sukses dengan kelanjutan studi S2 mu di negeri Panzer ini.

Tepat pukul 10.32 dia tiba di stasiun Nittel. Artinya dia sudah hampir sampai di rumah yang aku tinggali ini. Ayah si kecil menjemput dia di stasiun. Tak lama kemudian kami pun segera bertemu. Sungguh hari yang indah, pertama kali ketemuan tapi udah berasa kenal lama. Kami saling ngobrol. Kali ini lancar banget bahasaku untuk mengobrol. Gimana gak lancar, kan kita sama-sama menggunakan bahasa Indonesia. Hahaha sambil cekikian ngobrol dengan campuran logat sunda dan logat suroboyoan.

Siang pun tiba, kami makan siang bersama di ruang makan. Setelahnya kami kembali ngobrol dan yaaa kali ini aku dan dia akan jalan-jalan ke Trier. Aku belum pernah menginjak kota tersebut, tapi kali ini aku akan segera menginjakkan kakiku disana. Lagi-lagi aku nebeng. Hidupku nebeng mulu disini #nasib-nasib sambil ngakak.

Kebetulan si kecil ada acara juga di Trier sama ayahnya. Akhirnya kami pun pergi bersama tepat pukul 14.30 sore menggunakan mobil. 30 menit kemudian sampailah kami di kota Trier. Kami turun dipersimpangan jalan tepat di depan Porta Nigra. Subhanallah indahnya bangunan ini sentakku dalam hati. ‘’Widia, kami akan balik pukul 19.00. Hp selalu diaktifkan ya‘‘, kata ayah si kecil. Aku menyahutnya dengan kata oke, sampai nanti, selamat tinggal dengan berbahasa Jerman.

Temanku dan aku akan punya banyak waktu untuk jalan-jalan di kota ini sekitar 4 jam. Tujuan pertama foto-foto di Porta Nigra. Lambang kota Trier ya Porta Nigra ini. Dibangun sejak zaman Romawi.

Porta Nigra, lambang kota Trier

Stop, aku menunggu temanku yang sedang mengenakan sarung tangan. Dia bilang kalau dia gak kuat apabila jalan dengan suhu sedingin ini, mungkin sekitar 2 derajat celcius. Aku sih kala itu slow banget. Aku pasti kuat walaupun tanpa mengenakan sarung tangan. Aku bermodal kaos kaki semata kaki, sepatu boat setengah lutut, kaos, blazer, jilbab dan juga jaket. Sambil nyangklong tas pinggir warna orange pemberian si dia. Eciyee sidia wkwk. Iya nyangklong tas kenangan dari sidia itu lucu juga ternyata. Kadang kalau lagi di perjalanan sambil mandangin tas tersebut bisa senyum-senyum sendiri. Hahaha

Aku tak tahu temanku ini akan membawaku kemana - kearah mana. Aku gak punya peta, kompas dan juga GPS. Pokoknya kami menelusuri jalan di arena pejalan kaki sekitar Porta Nigra. Kami pun sempat melewati Tourist Information, melewati berbagai (Sparkasse/ATM), dan juga melewati berbagai macam toko sepatu, pakaian, makanan, counter, dan masih banyak lagi.

Tak lupa juga sering di tengah perjalanan kami berhenti sejenak untukmemotret bangunan-bangunan kuno yang sangat keren dan kami sesekali juga beraksi untuk foto bersama. Kala itu kami sampai di Dom dan juga Liebfrauenkirche. Dia bilang kalau tempat kursusku nanti juga berada di area sekitar sini. Hmm nice bangeeeet.

13910045932126060384

Dom dan Liebfrauenkirche

Kami memasuki dua tempat tersebut hingga sekitar jam setengah sore. Setelahnya kami pun berjalan menyusuri jalan lagi hingga menemui bangunan Konstantin Basilika. Yang tidak jauh dibelakangnya terdapat gedung Aslände Behörde. Kami melanjutkan perjalanan lagi berdua hingga menemukan Kurfürstliches Palais beserta tamannya yang indah. Nah di taman yang indah tersebut hari sudah mulai sore, sekitar jam 5 an lebih. Dan aku barulah merasakan dahsyatnya hawa dingin. Aku gak kuat dinginnya suhu kala itu. Badan ini rasanya sedikit menggigil berkali-kali dengan keluarnya asap ketika berbicara. Aku pun mengusulkan ke temanku untuk menghangatkan diri sejenak di dalam toko atau di gereja terdekat.

1391005432148900677

Konstantin Basilika

13910061951230615993

Auslände Behörde Trier

Tapi di gereja tidak ada Heizung alias pemanas ruangan, dia bilang demikian. Akhirnya kami pun lanjut berjalan hingga ke tujuan berikutnya yaitu Amphitheater yang sore itu ternyata sudah tutup. Hmm (schade/sayang sekali). Kami pun lanjut berjalan hingga menemui bangunan Keiserthermen. Di bangunan tersebut sku sudah tidak ada daya untuk mengeluarkan kamera dari saku jaket. Tangan rasanya mulai kaku dan kemerah-merahan. Aku gak kuat non, berkali-kali aku mengeluh ke dia agar kita bisa singgah sejenak di suatu tempat yang ada pemanasnya untuk menghangatkan diri.

Kami pun berisiatif untuk mencari sebuah toko makanan, agar bisa sedikit beristirahat untuk mengatasi dinginnya udara luar dan juga mengganjal perut. Iya lapar karena berjalan lumayan jauh disertai kedinginan pula. Berkali-kali temanku menawarkan sarung tangannya agar aku bisa memakainya dan gak kedinginan. Tapi lambat laut dingin itu segera hilang ketika kita berjalan cepat dan menemukan sebuah toko makanan kebab di rute awal perjalanan yang telah kami lalui. Kebaphaus nama tokomakanan itu. Hari sudah gelap, yang penting aku menemukan tempat untuk menghangatkan diri. Kami memesan 1 kebab jumbo seharga 9,5 euro. Yah lumayan mahal kalau di kurs kan ke rupiah. Bisa mencapai 160 ribu rupiah untuk makan 1 kebabitu. Hahaha

Di luar ternyata hujan gerimis. Kami pun asyik makan berdua di dalam toko. Tak peduli pedasnya cabe, berkali-kali kami menuangkan cabe kering yang disediakan di toko tersebut. Super sekali pedasnya sambil bolak balik minum air putih. Kebab ini rasanya muaknyussssss. Kami berdua juga sempat berpikir ketika pulang ke Indonesia kita bisa jualan kebab yang rasanya muaknyus seperti yang kami makan. Hahaha

Hari sudah gelap, sudah jam 6 malam. Temanku ada jadwal lain jam setengah 7, sedangkan aku baru di jemput ayah si kecil jam 7 malam. Kami pun segera membayar kebab tersebut dengan 2 lembar uang 5 euro dengan kembalian 50 cent yang akhirnya masuk kekantongku. Hehehe lumayan 50 cent bisa di buat bayar tarif ke toilet. Kalau di kurs kan ke rupiah bisa jadi 8ribu rupiah tuh. Wkwkwk

Hujan gerimis kami lalui bersama dengan jalan kaki sambil merapat ke emperan beberapa toko. Akhirnya kami menemukan Sparkasse/ATM di kiri jalan. Untungnya di ATM tersebut ada pemanas ruangannya dan apesnya disitu sama sekali tidak ada kursi. Well kami pun duduk berdua diatas lantai sambil menunggu waktu tepat pukul setengah 7 malam. Kami lanjut ngobrol santai dengan tenang. Tepat setengah 7 dia harus cabut ke jadwal lain. Dan aku menunggu di ATM sambil lihat-lihat hasil jepretan foto hingga jam 7 malam.

Ayah si kecil pun menelponku dan kami akan ketemu di tempat pertama kali waktu temanku dan aku turun dari mobil. Hujan disertai rintikan lembut aku lalui sendirian untuk menuju tempat semula. Kami bertemu di sisi kanan bahu jalan raya. Kami pulang bersama dengan disambut ibu si kecil untuk makan malam. Serunya liburku kali ini. Sangat berwarna. Terimakasih keluarga baruku, terimakasih teman baruku.  :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline