Panggil aku Bimo,sudah 5 tahun ini aku merantau di Samarinda, sebenarnya asalku dari kota Bandung, Jawa Barat, aku merantau setelah pernikahanku dengan Betty hancur berantakan dan berakhir di pengadilan, dalam jeda waktu 5 tahun itu kota kedua yang ku datangi adalah Tenggarong, saat itu aku bekerja serabutan apa saja ku kerjakan asal bisa menghasilkan uang yang halal, selama di sana aku bertemu dengan seorang wanita, dia adalah teman lamaku saat aku di Bandung, dia banyak membantuku terutama dalam mencarikan pekerjaan untukku, kurang lebih setahun aku mengenalnya aku memutuskan untuk menikahinya, bulan-bulan pertama pernikahan kami sangat bahagia, tapi entah apa yang terjadi ternyata istriku di jebloskan ke dalam penjara karena kasus korupsi, selama dalam tahanan istriku terus sms atau telpon aku menyuruhku untuk menikah lagi, aku pun binggung ada apa dengan istriku, kenapa dia jadi sangat sensitive, waktu terus berjalan akhirnya istriku bebas walau itu hanya bebas bersyarat, setelah dia kembali ke rumah, kelakuannya semakin menjadi-jadi semua nomor HP yang bertuliskan nama wanita di dalam HP ku di telpon dengannya hanya untuk konfirmasi kalau aku suaminya, jujur aku malu dengan kelakuannya, aku pun sudah mulai merasa tak nyaman dengan perkawinanku, dan aku berpindah kerja ke Samarinda, saat ini aku bekerja sebagai staf IT di sekolah yang ada di Samarinda, ya walaupun honor aku di percaya untuk bisa mengisi pelatihan atau seminar-seminar pendidikan untuk meningkatkan kualitas guru yang ada di daerah ini. Selama bekerja di Samarinda aku harus bolak balik Samarinda tenggarong, dan harus pulang malam, setiap aku pulang yang ku dapati hanya istri yang terus mengomeliku dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh, “dari mana, kenapa pulang malam terus” atau sederet pertanyaan lainnya yang membuatku bosan, akhirnya aku pergi dari rumah, aku jadi sering tidur di tempat orang yang sudah ku anggap sebagai saudara sebut saja bu Ratmi dan suaminya pak Tejo, suatu hari istriku mencariku ke mana-mana akhirnya dia tahu kalau aku di tempat bu Ratmi, dia pun mulai sms ke Ratmi yang intinya menuduh beliau berselingkuh denganku, akupun makin Gerang dibuatnya tapi lagi-lagi aku hanya diam dan berusaha menenangkan bu Ratmi dan istriku.
Suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita, dia cantik dan ramah, sebut saja Indah, dia baru di terima kerja sebagai pengajar di lembaga yang sama dengan aku mengajar, kami pun akrab, lama kelamaan kami dekat, walau indah tahu kalau aku masih belum bercerai dengan istriku, akhirnya indah mau menikah denganku, selama setahun kami menikah Indah memang istri yang ku dambakan. Pada akhirnya istriku yang sudah kurang lebih 2 tahun ku tinggal akhirnya tahu kalau aku menikah lagi, dia pun mengejar-ngejar aku dan istriku yang sekarang, lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku bingung harus berbuat apa, jika aku menceraikanya, aku takut dia akan menghancurkan istriku Indah, tapi jika tidak ku ceraikan maka aku dan Indah akan terus di kejar-kejar, bahkan dia sempat memintaku untuk membuat surat pernyataan kalau aku menceraikan Indah setelah itu barulah istri pertamaku mau di cerai, aneh memang kedengarannya, tapi aku binggung sedangkan buku nikahku harus di tahan dengan istri pertamaku, kalau aku langsung ke pengadilan apa yang ku bawa, hanya omongan dan pengakuanlah yang bisa ku ucapkan tapi sampai detik ini aku belum melakukannya, terlalu banyak pertimbangan atau aku yang tidak gentle sebagai lelaki.
Saat ini aku sering berpergian keluar kota, istriku Indah jadi sering ku tinggal tanpa khawatir kalau dia akan di datangi Istri pertamaku, karena aku percaya Indah wanita sholehah dan dia wanita yang sabar, dia kusebut wanita yang sabar karena tidak jarang aku tidak memberi kabar padanya sehari atau dua hari karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku dan Indah tak pernah protes.
Akupun tak tahu sampai kapan ini berlangsung, dan harus bagaimana menyikapinya, mungkin sebagian orang akan menganggapku sebagai lelaki pengecut, karena tindakanku yang mengenteng entengkan masalah, Aku memang bukan lelaki gentle tak berani menghadapi resiko yang bakal ku terima nanti kalau aku menceraikan istri pertamaku yang notabene secara islam memang sudah jatuh talak karena tidak ku nafkahi lahir dan bathin. Pantaskah aku di sebut laki-laki sejati ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H