Lihat ke Halaman Asli

Hikayat Ibadah Terberat

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aku... Seorang pria biasa. Wajar. Seperti pria-pria beruntung lainnya. Berkeluarga, memiliki anak, memiliki ekonomi mapan. Aku memiliki segala hal yang menjadi idaman para pria normal di seluruh dunia.

Kehidupan keluargaku juga biasa. Wajar. Normal. Dengan istriku, tak pernah ada percekcokan berkelanjutan. Tak pernah ada perang urat syaraf yang meletup menjadi perang deklamasi. Anakku pun tumbuh sehat dan normal seperti anak-anak lainnya. Berpendidikan cukup, uang saku cukup, kasih sayang lebih dari cukup.

Bisa dikatakan, kehidupanku sempurna.

***

Tapi itu kehidupan dunia. Ketika kupahami dalam sebuah perenunganku, dunia tetaplah dunia. Dia hanya persinggahan, bukan tujuan. Dalam perenungan itu pula kusadari, bahwa aku telah sering mengabaikan ibadah rohani.

Kusekolahkan anakku ke TPQ. Kusuruh mereka rajin sholat dan mengaji. Sementara aku, mengabaikan dan meninggalkannya berkali-kali. Padahal, mereka menjadikanku sebagai teladan dan tolok ukur pasti.

***

Ketika itu pulalah aku  tersadar... "Inilah titik balikku".

***

Adalah seorang kawanku, rekan sekerjaku, yang kuanggap memiliki kedewasaan rohani. Kuajak dia berbicara dari hati ke hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline