Lihat ke Halaman Asli

Lamunan: Untung

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_110760" align="aligncenter" width="275" caption="img src : http://www.chineseknotting.org"][/caption] Beruntung... Senyuman. Itulah hal yang pertama kali terlintas ketika mendengar kata 'beruntung'. Keberuntungan selalu diikuti oleh kebahagiaan, dan kebahagiaan selalu diikuti oleh senyuman. 'Untung' sering menjadi faktor pembantu suksesnya hitung-hitungan kancing baju siswa ketika ujian. 'Untung' sering menjadi makelar jenjang karir seseorang. 'Untung' juga sering menjadi mak comblang  jaka x duda ataupun gadis x janda. Beruntung juga identik dengan perasaan lega setelah lolos secara aman dari keadaan "nyaris". Tak jarang kita mendengar kisah (baik fiksi maupun nyata) bahwa 'untung' sering menjadi penentu hidup dan matinya seseorang. Tapi sebenarnya, apakah UNTUNG itu?  Apakah tetap hidup, lolos dari maut, dinamakan beruntung? Berapa banyak orang yang menyia-nyiakan hidupnya hanya untuk menumpuk dosa dan menjadi parasit bagi sekitarnya?! Apakah dengan mendapatkan apa yang kita inginkan disebut beruntung? Berapa banyak orang yang kecewa bahwa ketika apa yang diinginkannya ternyata jauh dan sama sekali berbeda dengan apa yang diharapkannya?! Lalu, apa sebenarnya beruntung itu? Entahlah... aku pun tak tahu. Karena untung terkait dengan nasib. Dan 'separuh' dari nasib merupakan 'Campur Tangan' Tuhan. Tapi... Satu yang kutahu. Seberuntung apapun, sebaik apapun nasib... semua percuma, sia-sia dan hanya menyisakan kepongahan dan ketamakan belaka, tanpa ada syukur di dalamnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline