Distribusi kekuasaan ada dalam setiap kehidupan sosial, selalu diwarnai oleh interaksi antara dua pihak atau lebih, dimana satu pihak adalah kelompok yang memiliki kekuasaan dan pihak lain adalah sebagai kelompok yang dikuasai, terlepas dari mana sumber kekeuasaan tersebut diperoleh penguasa.
Pendistribusian kekuasaan yang tidak merata menurut putnam terjadi karena adanya perbedaan pemilikan kekuasaan, seperti pendidikan, kecakapan, senjata kekayaan, kedudukan dan prestise sosial, minat dan perhatian serta pengalaman politik, dan partisipasi. Mereka yang memiliki syarat-syarat dan sumber-sumber tersebut itulah yang mempunyai kekuasaan politik.
Monopoli berarti keadaan dimana kekuasaan dipegang penuh oleh penguasa dengan keuntungan yang maksimal. Model elitis sendiri merupakan kekuasaan yang terkonsentrasi pada tangan minoritas kecil yang disebut elite. Dalam model elitis ini secara umum dapat diketahui bahwa kelas pertama dengan jumlah yang sedikit, melaksanan semua fungsi politik, monopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang dibawa oleh kekuasaan tersebut. Monopoli kekuasaan yang dimaksudkan adalah keinginan untuk menguasa semua politik serta menikmati keuntungan-yang ada didalam pelaksanaan kekuasaan tersebut.
Menurut horton dan hunt (1996), terdapat tiga pandangan yang menjlaskan hubungan antara elite penguasa dan monopolinya terhadap kekukasaan sosial yang sering disebut sebagai komplotan penguasa. Pertama, dimana kekuasaan secara harfiah memiliki banyak bentuk dimana wewenang pengambilan keputusan atas masalah yang berbeda dipegang oleh orang-orang yang berbeda-beda dengqan pencapaian keputusan melalui proses konflik dan kompromi.
Kedua, bahwa negara dikuasai oleh golongan elite penguasa terdiri atas cendikiawan - cendikiawan radikal yang menyusup kedalam lembaga pemerintahan, sekolah dan media komunikasi. Kelompok yang merasa sinis dengan tradisi, dan menggeser kelompok lain yang paling berpengaruh dalam kekuasaan politik.
Ketiga, dalam tinjauan pluralis dan elitis dimana model dialektika negara biasanya melayani kepentingan kelas sosial dominan yang biasanya berkuasa, namun dapat menjadi lemah karena adanya perpecahan atau konflik/pertentangan kepentingan kelas sosial yang berbeda dan terorganisasi, dan kelompok penguasa baru muncul menggantikan kelompok penguasa lama.
Melihat adanya monopoli dan distribusi kekuasaan yang tidak merata, mampu menyebabkan maraknya korupsi yang terjadi dalam pemerintahan. Dengan tidak meratanya kekuasaan dan monopoli yang dilakukan oleh penguasa membuat seenaknya mengambil hak masyarakat karena tergiur dengan keuntungan keuntungan yang didapatkan dalamnya.
Kasus korupsi dan suap menjadi bentuk penyelewengan kekuasaan karena adanya monopoli dan distriobusi kekuasaan yang tidak merata. Maka dari itu perlunya kaum intelektual yang berjiwa besar bnersatu dalam membangun politik negara dalam bentuk menyuarakan pendapat mereka terhadap keadaan yang saat ini terjadi, bisa dalam bentuk ikut andil pada pemilihan umum.
Penulis
Fahira Anggraeni
Mahasiswa Sosiologi