"This popularity of yours. Is there a trick to it?"
"I just try to be myself."
"Oh... Whenever I try to be myself, people don't seem to like me very much. Also, there's no option since I'm obliged to be Pope."-Dialog Paus Benediktus XVI ke Kardinal Jorge Bergoglio, dalam film The Two Popes, Netflix-
Dialog kedua tokoh besar umat Katolik Roma itu berkecamuk di kepala saya, sehari sebelum malam Natal tahun ini. Bukan perkara perdebatan gagasan konservatif dan (katanya) Liberal yang menggugah batin saya, melainkan lebih kepada luar biasanya perjalanan rohani kedua Paus yang tidak bisa dibandingkan bobotnya, satu sama lain. Terlepas dari kemungkinan beberapa poin rekayasa fiktif dalam The Two Popes.
Film garapan Fernando Meirelles dan penulis naskah Anthony McCarten (yang juga menulis untuk Bohemian Rhapsody dan Darkest Hour) ini mengungkap sisi manusiawi dari dua orang yang terpilih sebagai penerus tahta Santo Petrus di dunia.
Sangat lumrah, sederhana, indah, tetapi juga menyedihkan. Atau lebih tepatnya haru, karena saya mimbik-mimbik (plus kadang nyengir) terus selama kurang lebih 2 jam.
Dalam sebuah kesempatan ketika keduanya harus terjebak dalam helikopter, Paus Benediktus XVI bertanya kepada (saat itu masih) Kardinal Bergoglio, bagaimana resep menjadi orang yang populer dan disukai banyak orang.
Saat itu, di pengujung tahun 2012 Vatikan memang tengah diterpa krisis yang diakibatkan oleh bocornya dokumen rahasia tentang skandal-skandal gereja Katolik Roma. Tak menguntungkan bagi Paus Benediktus XVI. Terpilih dengan sejumlah reputasinya sebagai "penjaga moral", tradisi, dan hukum gereja, ia secara ironis dianggap terlibat dalam beberapa kasus tersebut.
Pun memang secara kebijakan, Paus Benediktus XVI bukanlah sosok populis bagi kaum progresif yang sedang gandrung bergulat dalam isu gender, lingkungan, kesenjangan sosial, krisis iman, dan dialog antaragama.
Menyadari perbedaan sudut pandang dengan Bapa Suci, Kardinal Bergoglio tanpa tendensi menjawab, "I just try to be myself." Jawaban polos yang nggak salah, tapi rada nganu. Karena mungkin, justru itulah kelemahan seorang Joseph Ratzinger: menjadi diri sendiri.
Ketika Pesan Gubernur Ditayangkan sebelum Misa Natal 2019
Ibu, Bapak, dan Saya sudah tiba setidaknya 70 menit sebelum misa malam Natal pertama yang dimulai pukul 17:00. Biar dapat duduk di dalam, kata mereka.