Lihat ke Halaman Asli

Widha Karina

TERVERIFIKASI

Content Worker

Puisi: Hujan Datang Meracau Pagi-pagi

Diperbarui: 29 Januari 2016   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: ashcolton.blogspot.jp"][/caption]Aku bertanya pada awan, apa arti warna kelabu
Iba aku, jika ia melulu dilekat kesan ragu dan haru
Atau, dapatkah ia seoptimis metafora abu?
Seperti yang rutin mereka usapkan dari ranggas api daun palma yang diseduh menjadi kaldu

Anak-anakmu, awan...
Mereka melancong tanpa sempat berdandan
Dari wajah sepucat bubur sumsum itulah aku belajar mengenal duka
Serupa rombongan pelawat bertudung mantilla
Bernyanyi kidung muram setengah hati
Lalu tergesa pulang
Meninggalkan jejak bulir air mata yang lancang berkelit dari sekaan acak jemari

Cucumu, awan...
Ia jatuh karena perkara yang tak tentu
Darinyalah aku belajar mengenal pahit
Semacam risalah yang membanjur tanpa pernah kukehendaki

Tetesnya hanya menitik, kemudian pergi berlalu

Aku bahkan tak sempat menyapa seperti biasa,
"Apa kabar, saudari hujan? Rindukah itu, yang menjatuhkanmu perlahan?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline