Lihat ke Halaman Asli

Widdy Kurniawan

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya dan Hand Lettering Artist

Mengupas Kembali

Diperbarui: 3 Maret 2023   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: cnnindoensia.com

Nama : Widdy Kurniawan

NIM    : 07041282227064

Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc

Hari ini Kamis, 2 Maret 2023 dimana saya menulis dan mengulas kembali 'Aksi Kamisan' melalui perspektif dan opini pribadi saya tentang tragedi kelam negeri ini.


Aksi Kamisan adalah aksi yang diinisiasikan oleh para korban dan keluarga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan di depan Istana Negara, Jakarta. Aksi ini pertama kali digerakkan pertama kali pada 18 Januari 2007 dan jika di hitung-hitung sudah belasan tahun aksi ini di galakkan.

Pertanyaan besar muncul mengapa aksi ini terus saja dilakukan oleh para korban yang menuntut titik terang damai dan keadilan yang didapatkan sampai sekarang menjelma menjadi ruang pendidikan. Yaitu karena tertutupnya mulut pemerintah tentang semua cerita kelam yang seakan dilupakan rasa sakitnya. Para korban dan keluarga datang dari rasa yang sama.

Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Aceh, Kasus Pembunuhan Marsinah, Hilangnya para aktivis, Kasus Penganiyaan Wartawan, Tragedi Trisakti dan Semanggi, Kasus Pembunuhan Munir, Peristiwa Wamena, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 dan peristiwa menyangkut HAM berat lainnya yang para korbannya ataupun keluarganya menuntut tindak lanjut hukum ataupun sekadar menanti titik terang dimana kerabat mereka berada.

Mereka yang datang menggunakan baju hitam dan membawa atribut berupa payung yang bertuliskan 'Jangan diam, lawan!'. Selain itu juga mereka berorasi dengan menyebut nama presiden Jokowi dan pihak penting lainnya. Bukan tidak ada upaya dari presiden untuk menyelesaikan masalah ini dan berdamai dengan semua korban dan keluarga. Presiden Jokowi sempat membentuk Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. 

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid pernah menyinggung perihal dirinya yang sempat ditawari untuk bergabung kedalam tim PPHAM. Namun ia menolaknya dengan alasan dia tidak menemukan kata 'keadilan' pada keppres tersebut.

Pertanyaan besar adalah bagaimana seharusnya respon tepat yang dilakukan oleh pemerintah pusat termasuk Komnas HAM mengenai hal ini? Bukan hanya menjadi obat bagi para keluarga korban namun juga memberikan solusi pencegahan masif terhadap tragedi HAM yang tergolong berat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline