Lihat ke Halaman Asli

Wida Puspita

Still Studying for Everything

PSAK 109 Asas Kepercayaan Muzakki?

Diperbarui: 30 Juli 2021   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang harus diamalkan sebagai filantropi untuk menghilangkan kesenjangan masyarakat dan memberantas kemiskinan. Dalam Al-Qur’an, delapan puluh dua ayat zakat disebut setelah perintah shalat. Bahkan pada zaman Khalifah Abu Bakar, orang-orang yang enggan membayar zakat secara gencar diperangi. Hal tersebut jelas menginisiasi bahwa zakat menjadi anjuran yang sangat penting bagi umat Islam. Sehingga pengeluaran zakat menjadi unsur mutlak keislaman yang sekaligus menjadi dorongan agar setiap umatnya mampu menjadi pembayar bukan penerima zakat.

            Pada zaman rasul, negara berkontribusi secara langsung mengalokasikan dana zakat kepada delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amilin, muallaf, gharimin, riqab, fisabilillah, dan ibnu sabil, sebagaimana dalam Qs. At-Taubah Ayat 60:

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ 

Akan tetapi di Indonesia saat ini, setelah lahirnya UU No. 23 Tahun 2011 BAZNAS dikukuhkan sebagai lembaga nonstuktural pemerintah yang bertanggung jawab mengawal pengelolaan dana zakat yang bekerjasama dengan BAZNAS Provinsi, Lembaga Amil Zakat (LAZ), ataupun Organisai Pengelola Zakat (OPZ) lainnya.

            Potensi dana zakat di Indonesia sangatlah besar, mengingat Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Berdasarkan data outlook, potensi dana zakat yang bisa terkumpul di Indonesia tahun 2020 mencapai Rp. 330 triliun. Akan tetapi, riset BAZNAS menunjukkan realisasi dana zakat yang terkumpul baru mencapai Rp. 12 triliun.

            Rendahnya tingkat literasi masyarakat yang berada dalam kategori moderat berdasarkan hasil survei Indeks Literasi Zakat (ILZ) tidak menjadi satu-satunya penyebab utama. Karena proses advokasi dan edukasi zakat terus digalakkan sebagai wujud usaha peningkatan aspek penghimpunan. Disisi lain, dukungan aspek transparansi pengelolaan dan pendayagunaan pun dibutuhkan untuk menunjukkan pengoptimalan hasil dan daya guna zakat. Salah satunya melalui penguatan regulasi lembaga dalam laporan pengelolaan zakat.

            Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 109 (PSAK 109) yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tanggal 26 Februari 2008 menjadi jawaban akan hal tersebut. PSAK 109 dirancang sebagai standarisasi penyusunan dan penyajian akuntansi syariah untuk Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) yang merujuk pada kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah (KDPPKLS). Keberadaan akuntansi zakat ini sangatlah penting, karena lembaga yang berwenang telah mendapatkan kepercayaan muzakki untuk menghimpun dan menyalurkan dana zakat. Sehingga lembaga tersebut tentunya bertanggungjawab memberikan informasi laporan pengelolaan zakat yang akuntabel dan transparan kepada publik.

            Namun pada prakteknya, regulasi akuntansi zakat ini belum sepenuhnya diterapkan, baik oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun Organisai Pengelola Zakat (OPZ). Kebanyakan lembaga hanya menerapkan laporan perubahan dana zakat dengan sistem single atau double entry. Sedangkan laporan ideal yang harus dibuat lembaga amil sesuai dengan PSAK 109 meliputi lima jenis laporan, diantaranya neraca, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

            Harahap menjelaskan bahwa hakikatnya tujuan dari akuntansi syariah adalah mengungkapkan kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan, dan akuntabilitas dari transaksi-transaksi yang dilakukan. Sehingga secara tidak langsung penerapan regulasi pelaporan tersebut berkontribusi besar dalam mempengaruhi tumbuhnya kepercayaan dalam diri muzakki atas kinerja lembaga pengelolaan dana zakat yang sekaligus dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat.

            Untuk itu, pertumbuhan positif dan besarnya potensi dana zakat di Indonesia tidak hanya harus diimbangi dengan peningkatan literasi masyarakat untuk bisa merealisasikan besarnya penhimpunan dana, melainkan kontrbusi lembaga dalam mengimplementasikan regulasi yang kuat dalam pelaporan juga dibutuhkan publik sebagai bentuk pertanggungjawaban kepercayaan muzakki untuk transparansi pengelolaan dana tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline