Lihat ke Halaman Asli

Widagdo MS

Mengisi hari...

Kurikulum Merdeka yang Tidak Memerdekakan

Diperbarui: 16 Februari 2023   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di awal-awal upaya memperbaiki kurikulum, sebelum resmi terbit Kurikulum Merdeka, ada kebijakan yang mengawali dan menjadi preseden yang menggembirakan yaitu kebijakan membuat rencana pembelajaran (RPP) satu halaman yang petunjuknya disusun oleh Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (terbit 2019). 

Ini sebuah terobosan sekaligus menjadi preseden tentang pemahaman betapa administrasi kurikulum selama ini begitu membelenggu dan memberatkan, tidak efektif, dan tidak efisien dari sudut pandang guru. Ini contoh pandangan yang memberi harapan tentang perubahan kurikulum ke depannya. 

Jadi dalam pandangan saya kementerian pendidikan memahami tentang pelaksanaan kurikulum yang membelenggu, tidak efektif dan tidak efisien bagi guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran.

Kemudian betul-betul terbitlah Kurikulum Merdeka.. 

Dan seiring dengan itu terbit pula pedoman-pedoman lain dengan berbagai versi dan penulis yang entah dengan kapasitasnya. Ini masih saya anggap wajar dan sudah semestinya.

Tapi kemudian mulailah bermacam-macam administrasi dituntut, baik dari segi keberagaman mengikuti alur pelaksanaan kurikulum maupun isi. Bermacam pelatihan dilaksanakan oleh instruktur yang entah dengan kapabilitasnya. Guru dipaksa mengikuti pelatihan dan berbagai program pelatihan yang melelahkan dan berakibat abai terhadap tugas pokoknya. (Banyak teman yang kemudian berkata sinis "proyek").

Dan preseden awal yang saya harapkan membawa perubahan yang positif yang memerdekakan justru terbalik.

Rencana pembelajaran, sebagai contoh kecil, yang kini disebut modul pembelajaran, menjadi momok bagi guru dalam pembuatannya. Belum lagi administrasi lain yang mesti dibuat dan dipelajari yang dalam kenyataanya tidak membantu untuk proses pembelajaran yang lebih baik.

Dan akhirnya filosofi "merdeka" sesuai dengan namanya yaitu Kurikulum Merdeka jadi belenggu yang memenuhi otak. Melelahkan.

Entahlah....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline