Lihat ke Halaman Asli

Netflix dan Film Indonesia

Diperbarui: 20 Januari 2016   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laman Netflix (Netflix)

Beberapa bulan terakhir ini bagi para penggemar film maupun tv series sedang dihebohkan dengan hadirnya Netflix di Indonesia. Banyak sekali tanggapan pro dan kontra terkait hadirnya Netflix di Indonesia, bahkan tadi pagi saat saya sedang membaca koran terdapat pemberitaan dari Lembaga Sensor Film (LSF) lantaran dipandang tidak melalui proses sensor yang sesuai terlebih dahulu sebelum dikonsumsi publik.

Bahkan Menkominfo Rudiantara sendiri mengatakan bahwa Netflix haruslah berbadan hukum tetap atau bekerja sama dengan operator telekomunikasi di Indonesia. Hal ini didasari dari UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dari pihak kementerian sendiri menyarankan agar Netflix mendapatkan izin menteri dan mendaftar sebagai penyelenggara penyedia konten.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mengetahui Netflix itu apa sih? Mengutip dari Kompas.com pada tanggal 7 Januari 2016, Netflix merupakan layanan yang memungkinkan pengguna menonton tayangan kesukaan kita di mana pun, kapan pun dan menggunakan media apa pun (saat ini bisa saja kita menggunakan smartphone seperti tablet, PC, Laptop bahkan smartTV). Netflix sendiri sama persis seperti toko penyewaan DVD, hanya saja dalam bentuk di dunia maya selain itu juga bebas dari iklan (sama seperti tv berbayar dan tentunya koleksi paling lengkap).

Lalu yang menjadi masalah apa sih?

Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini bahkan mungkin setiap media memberitakan mengenai dampak tayangan televisi di Indonesia. Masih ingat nggak pas film GGS atau apa itu yang sejenis makhluk jadi-jadian ditiru anak usia sekolah, yah walhasil mereka jadi korban, bahkan saya sendiri paling muak dengan tayangan televisi di Indonesia, sudah kartun beberapa disensor bahkan tayangan kartun di hari Minggu semakin berkurang eh acara sekarang kebanyakan gosip sampai sinetron sekelas sampah kalau saya boleh bilang secara jujur. Sinetron kelas kacangan memang seringkali menjadi konsumsi masyarakat karena mereka tidak mempunyai pilihan lain.

Kesibukan bekerja terkadang membuat seseorang membutuhkan hiburan, televisi salah satu media hiburan yang efektif. Namun, terkadang kita menemukan fakta bahwa menonton televisi terutama acara di beberapa stasiun televisi menyajikan tayangan yang kurang bermutu. Hanya beberapa saja yang menurut saya bagus dan bahkan seringkali dijadikan pilihan. Beberapa bulan terakhir ini saya kembali ke kebiasaan lama, menonton tv series entah dari Amerika yang kebanyakan super hero ataupun dorama, kebanyakan masih tersimpan di harddisk laptop jadul saya sehingga kehadiran Netflix ini saya rasa merupakan sedikit angin segar atau bahkan oase ditengah gersangnya acara televisi Indonesia.

Masih ingatkah kita ketika Dragon Ball dilarang tayang karena menampilkan kekerasan, namun beberapa sinetron justru yang sarat kekerasan bahkan tindakan brutal menampilkan hal yang tidak etis di masyarakat justru lolos sensor. Ada apa ini? Kenapa seperti ada konspirasi?

Hadirnya Netflix tentunya memberikan kemudahan terutama didukung dengan semakin membaiknya jaringan internet di Indonesia beberapa tahun terakhir. Namun, kenapa LSF harus mempermasalahkan sensor atau tidaknya tayangan di Netflix. Saya berasumsi orang yang berlangganan Netflix adalah orang yang lebih  dewasa dalam filterisasi dan tentunya bukan “bocah” sama seperti halnya penonton sinetron kacangan di Indonesia ini. Kalau ada yang berkata mematikan industri perfilman lokal, maka saya akan bertanya apakah ada film Indonesia yang berkualitas lagi selain yang beberapa tahun terakhir ini?

Saya mohon maaf kalau ada penggemar film lokal yang tersinggung, hanya saja saya kadang miris melihat film berkualitas kita banyak mendapatkan tantangan dari negeri sendiri dan begitu mendapatkan penghargaan baru pada rame-rame berkoar ini loh film kita. Selain itu juga, tema film yang kebanyakan cinta menurut saya juga membuat penonton jenuh, variasi genre film nampaknya belum berlaku di Indonesia. Masih ingatkah kita dengan film Ayat-Ayat Cinta yang lalu diikuti beberapa film sejenis hanya beda pengemasan, sama persis dengan penjual A jika komoditas A laris maka akan ada yang mengekor. Kita memang masih sekedar mengekor bukan menciptakan hal baru, mungkin memang susah tapi kalau mau berusaha tentunya bisa.

Netflix hadir di Indonesia tentunya juga bisa menjadi kesempatan sineas lokal untuk mempelajari film luar, bahkan bisa jadi kita juga menghasilkan film berkualitas dan aktor kita tidak hanya sekedar menjadi cameo atau figuran semata lalu heboh karena tampil di film luar saja. Bisa jadi pemain film dari kita menjadi pemain utama juga gitu loh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline