Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Ashidiqi

Content Writer

Amerta dan Rona

Diperbarui: 8 Januari 2025   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi karakter Rona (www.pexels.com)

SMA Negeri 2 Jember, tempat gue menimba ilmu alias buang-buang waktu (menurut bokap), jadi saksi bisu kisah cinta gue yang (sok) puitis ini. Namanya Rona, cewek manis yang bikin gue mendadak rajin masuk sekolah. Bukan rajin belajar, tapi rajin mantengin dia dari pojok kelas. Maklum, posisi duduk gue strategis buat stalking doi secara diam-diam.

Rona itu... gimana ya jelasinnya? Kayak karya seni guys. Indah, bikin adem, tapi susah dipahami. Senyumnya itu lho, kayak sinar matahari pagi, bikin hati baper nggak jelas. Gue, Amerta si cowok cupu yang hobinya cuma ngegame dan baca komik, mendadak jadi pujangga dadakan gara-gara dia.

Setiap hari, rutinitas gue cuma satu: merhatiin Rona. Mulai dari caranya nyatet pelajaran (yang rapi banget kayak mesin ketik), sampai kebiasaannya mainin rambut pas lagi mikir. Saking seringnya merhatiin, gue sampai hafal semua tentang dia. Mulai dari warna kesukaannya (biru laut), makanan favoritnya (nasi goreng seafood), sampai merek sepatu yang sering dia pakai (nggak akan gue sebutin di sini, takut dikira stalker beneran!).

Pernah suatu hari, Rona nggak masuk sekolah. Rasanya dunia mendadak sepi kayak kuburan. Pelajaran Pak Bambang yang biasanya bikin ngantuk, hari itu terasa lebih menyiksa dari biasanya. Gue nggak bisa konsentrasi, pikiran gue melayang ke mana-mana. Jangan-jangan dia lagisakit? Atau jangan-jangan...  Ah, sudahlah! Gue nggak mau mikir yang aneh-aneh.

Eh, tapi dasar jodoh emang nggak ke mana, pas pulang sekolah gue nggak sengaja ketemu Rona di halte bus. Dia lagi duduk sendirian sambil baca novel. Kesempatan emas nih! Dengan modal nekat dan doa restu dari seluruh penghuni kahyangan, gue samperin dia.

"Rona?" sapa gue dengan suara gemetar kayak lagi kebelet boker.

Dia nengok, "Eh, Amer. Hai."

"Sendirian aja?" tanya gue dengan gaya sok cool, padahal jantung udah mau copot.

"Iya, nih. Lagi nunggu bus," jawabnya sambil senyum. 

Obrolan kami berlanjut, ngalor ngidul nggak jelas. Mulai dari bahas novel yang lagi dia baca, sampai curhat tentang guru killer di sekolah. Gue deg-degan parah, tapi di satu sisi seneng banget bisa ngobrol sama dia. Rasanya tuh kayak mimpi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline