Dulu, membayangkan ceramah agama tanpa mimbar dan jamaah yang duduk rapi rasanya hampir mustahil. Bayangkan, kiai kharismatik dengan sorban melilit dan jubah terurai, menyampaikan tausiyah di tengah kerumunan manusia. Suasana khidmat, sesekali diselingi tawa renyah saat sang kiai menyelipkan humor segar.
Tapi zaman berganti, dunia berubah. Kini, "mimbar" bisa berupa layar smartphone, "jamaah" tersebar di seluruh penjuru dunia, dan "kiai" bisa jadi anak muda yang fasih bermedia sosial. Inilah era digitalisasi dakwah, di mana pesan-pesan Ilahi tak lagi terbatas oleh ruang dan waktu.
Dulu, jangkauan dakwah mungkin hanya sebatas radius suara sang dai. Kini, dengan sekali klik, jutaan pasang mata bisa tersentuh oleh firman Tuhan yang dibungkus dalam konten kreatif. Tak perlu lagi menunggu jadwal pengajian di masjid atau majelis taklim, kajian agama kini hadir 24 jam non-stop di genggaman tangan.
Tengok saja platform media sosial. Instagram, Facebook, TikTok, YouTube, semuanya menjelma menjadi ladang subur bagi para dai digital. Ada yang mengemas dakwah dengan video pendek nan inspiratif, ada yang memilih infografis menarik, bahkan ada pula yang menyertakan musik dan animasi kekinian. Tujuannya satu: membumikan pesan-pesan Ilahi dengan cara yang lebih mudah dicerna, terutama bagi generasi milenial dan Gen Z.
Dakwah Kekinian
Digitalisasi dakwah ini bagaikan oase di tengah gurun pasir. Di era yang serba cepat dan penuh distraksi, agama justru hadir menyejukkan, menawarkan kedamaian dan bimbingan lewat cara-cara yang relevan. Bayangkan, di sisi kita disuguhi berbagai konten hiburan yang kadang melenakan, di sisi lain muncul pula video tausiyah singkat yang mengingatkan akan hakikat kehidupan.
Tak hanya itu, digitalisasi dakwah juga menjawab tantangan zaman. Di era di mana informasi berseliweran dengan cepat, termasuk informasi hoax dan radikalisme, dakwah digital berperan penting dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat dan toleran.
Bukan Tanpa Tantangan
Tentu saja, digitalisasi dakwah bukan tanpa tantangan. Ada kekhawatiran akan munculnya penafsiran yang keliru, penyebaran ajaran sesat, bahkan penyalahgunaan platform digital untuk kepentingan pribadi. Oleh karena itu, literasi digital dan kemampuan menyaring informasi menjadi sangat penting, baik bagi para dai digital maupun jamaahnya.
Selain itu, etika berdakwah di dunia maya juga perlu diperhatikan. Dakwah harus disampaikan dengan bijak, santun, dan menghindari ujaran kebencian. Ingat, tujuan dakwah adalah menyampaikan kebaikan, bukan menimbulkan perpecahan.