Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Ashidiqi

Content Writer

Kopi Tuwo

Diperbarui: 9 Juli 2024   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wallpapercave.com

Malam mulai merayap pelan di sudut-sudut kota. Langit Kota Malang berpendar merah muda, mengiringi hiruk-pikuk yang perlahan mereda. Di salah satu sudut kota, berdiri sebuah kafe kecil dengan papan nama sederhana, "Kopi Tuwo". Tidak ada yang istimewa dari kafe ini pada pandangan pertama, namun bagi mereka yang tahu, tempat ini menyimpan banyak cerita.

Pintu kafe terbuka, dan seorang pria paruh baya masuk dengan langkah mantap. Namanya Budi. Ia duduk di sudut ruangan, tempat favoritnya, dan memesan secangkir kopi hitam. Di tangannya tergenggam sebuah buku catatan lusuh. Setiap malam, ia datang ke sini untuk menulis, mencoba menghidupkan kembali mimpi lamanya sebagai seorang penulis. 

Bertahun-tahun ia habiskan di kantor, mengubur mimpinya demi menafkahi keluarga. Kini, dengan anak-anak yang sudah dewasa dan istri yang mendukung, ia mencoba mengejar mimpi yang dulu ia tinggalkan. Setiap tetes kopi yang ia seruput, seolah mengalirkan inspirasi ke dalam tulisannya.

Di meja sebelah, seorang wanita muda dengan rambut sebahu duduk sambil menatap layar laptopnya. Namanya Sari. Malam ini, ia datang dengan harapan baru. Hari ini adalah hari pertamanya sebagai pekerja lepas. 

Setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan yang tak pernah menghargai idenya, ia memutuskan untuk berhenti dan mengejar mimpinya sebagai desainer grafis. Rasa takut dan harapan bercampur aduk di hatinya. Ia tahu jalan di depan tidak mudah, namun setiap desain yang ia buat membuatnya merasa hidup.

Pintu kafe kembali terbuka, dan seorang pria dengan pakaian rapi masuk. Namanya Rendy. Ia memilih tempat di dekat jendela, memesan cappuccino, dan menatap keluar. Rendy baru saja dipromosikan di kantornya, namun hatinya tak tenang. 

Ia selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Malam ini, ia berencana bertemu orang yang spesial. Seorang wanita yang selalu ada di pikirannya sejak sekolah menengah atas. Ia berharap bisa mengungkapkan perasaannya yang selama ini ia pendam.

Kali ini seorang pemuda dengan jaket kulit masuk pintu kafe. Namanya Andi. Ia memilih duduk di dekat konter kafe, memesan kopi latte, dan membuka buku catatan kecilnya. Andi adalah seorang musisi jalanan yang memiliki mimpi besar. 

Ia baru saja kehilangan kesempatan untuk tampil di sebuah acara besar karena kesalahan yang ia buat. Penyesalan masih menghantui pikirannya, namun ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Setiap nada dan lirik yang ia tulis malam ini, adalah langkah kecil menuju mimpi yang lebih besar.

Di pojok kafe, seorang wanita tua duduk sendirian. Namanya Ibu Sulastri. Ia adalah pelanggan tetap yang selalu datang setiap malam Minggu. Setiap cangkir teh yang ia pesan, selalu diiringi dengan air mata yang tersembunyi di balik senyum lembutnya. 

Sepuluh tahun yang lalu, ia kehilangan suami dan anaknya dalam kecelakaan. Kafe ini adalah tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline