Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Ashidiqi

Content Writer

Bayang Impian Terakhir

Diperbarui: 30 Agustus 2023   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pexels.com

Hari itu cerah. Matahari memancarkan sinarnya dengan lembut, menghangatkan jalan setapak yang kulalui. Aku melangkah dengan langkah berat, hatiku masih penuh dengan kebingungan dan kesedihan. Sudah beberapa hari sejak kematian temanku, Rizki. Kepergiannya begitu tiba-tiba, meninggalkanku dengan banyak pertanyaan tanpa jawaban.

Aku mengenang saat pertama kali kami bertemu. Itu terjadi di bangku sekolah dasar. Kami adalah dua anak yang sama-sama suka dengan petualangan. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, menjelajahi hutan di belakang rumah kami, dan merancang rencana-rencana gila untuk masa depan kami. Kami bermimpi tentang menjelajahi dunia, mengunjungi tempat-tempat eksotis yang hanya kami lihat dalam buku-buku gambar.

Namun, seiring berjalannya waktu, kami tumbuh dewasa dan jalan hidup kami mulai berbeda. Meskipun demikian, kami tetap dekat dan saling mendukung dalam setiap langkah yang kami ambil. Rizki menjadi seorang arsitek yang berbakat, sementara aku meraih gelar dalam bidang jurnalisme. Meskipun selalu sibuk dengan urusan kerja, kami selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan mengobrol tentang segala hal.

Lalu tiba-tiba, segalanya berubah. Aku masih ingat dengan jelas saat telepon berdering pada malam itu. Suara lemah ibu Rizki di seberang sana memberi tahuku bahwa Rizki telah pergi. Dalam sekejap, dunia terasa runtuh. Aku bahkan tidak tahu apa penyebab kematian Rizki. Semuanya begitu cepat, meninggalkan aku dalam kebingungan dan kesedihan yang mendalam.

Hari ini aku berjalan menuju rumah Rizki. Aku ingin merasakan kehadirannya lagi, meskipun hanya melalui kenangan. Rumahnya masih terlihat indah sama seperti dulu, dengan taman yang penuh dengan bunga-bunga warna-warni. Aku duduk di bangku taman yang biasa kami gunakan untuk bercengkerama, teringat semua percakapan kami yang sering kali penuh tawa.

Saat matahari semakin condong ke barat, aku mengeluarkan sepucuk surat dari dalam tas. Ini adalah surat terakhir yang kuterima dari Rizki, sebuah surat yang tidak pernah kusangka akan menjadi surat perpisahan. Aku membuka amplop itu dengan hati yang berdebar-debar, dan mulai membaca dengan suara pelan.

"Hai temanku yang tercinta,

Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan menulis surat seperti ini. Kehidupan adalah misteri, dan kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita. Aku ingin kau tahu betapa berartinya persahabatan kita bagiku. Kita telah berbagi begitu banyak kenangan indah bersama, dan aku tidak akan pernah melupakannya.

Aku memutuskan untuk mengejar mimpiku yang terakhir. Aku ingin membangun sesuatu yang abadi, seperti kenangan kita. Namun, ini berarti aku harus pergi jauh dari sini, meninggalkan semua yang kukenal. Aku minta maaf jika tidak memberitahumu sebelumnya, tetapi aku harap kau bisa mengerti.

Jangan merasa sedih karena aku pergi. Aku yakin kita akan bertemu lagi suatu hari nanti, entah di dunia ini atau di tempat lain. Ingatlah selalu bahwa persahabatan kita adalah sesuatu yang istimewa dan takkan pernah pudar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline