Pesta demokrasi sudah tinggal hitungan bulan, para paslon telah menetapkan visi dan misi mereka dalam memajukan negara Indonesia. Suara masyarakat coba untuk diraih namun terdapat keresahan yang timbul di dalam masyarakat, keresahan akan masa lalu dan sepak terjang bakal calon presiden dan wakil presiden yang kembali naik ke permukaan.
Seperti pada masa kampanye di tahun tahun yang lalu, para pendukung paslon sering kali mengangkat kembali isu masa lalu masing masing paslon. Mulai dari Prabowo Subianto dengan isu HAM nya, Anies Baswedan dengan isu politik agama nya, hingga Ganjar Pranowo dengan isu Sosial Politik nya. Masyarakat pun ikut menilai pilihan mereka dan membandingkan satu paslon dengan paslon lainnya, hingga muncul istilah Lesser Evil dari masyarakat yang menilai bahwa ketiga paslon tidak ada yang lebih baik dari satu dengan lainnya dan kita hanya memilih yang tidak lebih jahat atau Lesser Evil dari ketiganya.
Ada banyak alasan mengapa masyarakat sampai melabeli pemilu kali ini sebagai media mencari pemimpin yang tidak lebih jahat dan bukan mencari pemimpin yang terbaik. Seperti turunnya kepercayaan masyarakat dan ketidakpuasan masyarakat dalam melihat capres dan cawapres menjadi salah contohnya. Dari sana pentingnya integritas dan rekam jejak para paslon dapat menjadi fokus agar meyakinkan kembali masyarakat yang sudah terlanjur tidak percaya. Program kampanye dan pengangkatan isu dari visi misi yang dibawa dari masing masing paslon juga berdampak besar bagi pemilih yang akan memainkan peran dari keputusan mereka. Anggapan Lesser Evil ini juga membawa dampak yang cukup signifikan dalam pemilu kali ini, contohnya golput dan banyak dari paslon yang elektabilitasnya menurun serta banyak pemilih yang merasa terpaksa memilih salah satu paslon karena dianggap dapat mencegah paslon lain yang tidak diinginkan untuk maju. Dalam jangka panjang, hal tersebut bisa menciptakan kebutuhan akan revolusi politik di masa depan yang akan berdampak juga pada kebijakan publik nantinya.
Lalu, adakah solusi yang bisa diimplementasikan pada situasi politik seperti saat ini? Ada banyak cara yang dapat dilakukan dari berbagai pihak untuk meyakinkan kembali masyarakat bahwa yang nantinya menjadi calon pemimpin negara ini adalah orang yang benar benar berkualitas dan bukan Lesser Evil. Partai politik contohnya, parpol disini dapat menjadi solusi pada permasalahan ini dengan membangun ekosistem berpolitik yang sehat sehingga masyarakat dapat melihat dengan transparan kinerja masing masing paslon. Lalu pendidikan politik di masyarakat juga tak kalah penting, dengan meningkatkan pendidikan politik masyarakat diharapkan dapat semakin bijak dalam memilih paslon dengan diberikan pemahaman yang lebih baik tentang kandidat, partai, dan isu isu politik sehingga masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi. Solusi solusi diatas berkemungkinan untuk mengurangi apatisme yang terjadi di masyarakat seiring dengan tahun pemilu yang sudah berjalan.
Sikap masyarakat seperti kalimat diatas mencerminkan bahwa mau berapa kali pun pemilu dilaksanakan masyarakat hanya mendapat sedikit kesempatan dalam memilih melihat pilihan yang ada tidak jauh berbeda satu sama lain. Terlepas dari dampak negatif fenomena ini, kita dapat melihat bagaimana masyarakat terus berkembang menyikapi dinamisme perpolitikan di Indonesia. Hingga kini masyarakat semakin sadar akan perannya dalam memilih diiringi dengan kemajuan teknologi membantu masyarakat dalam proses demokrasi melalui kritis terhadap pemerintah.