Lihat ke Halaman Asli

Kopi Aroma, Lintas Generasi Menjaga Tradisi

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_281108" align="alignleft" width="168" caption="Salah satu dari beberapa memorabilia yang masih terpajang. Foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Menjaga tradisi dan tidak melupakan sejarah yang menuntun dan mengiringiperjalanan industri kopi ini tetap harum.

Kopi bandung, ya Aroma. Orang selalu mengidentikan keduanya. Merk Aroma sudah disejajarkan dengan jajaran top kopi lain di Indonesia, Kopi Toraja, Lampung, Jawa, Sidikalang, dan berbagai jenis kopi lainnya. Saya selalu menyempatkan berkunjung ke jalan banceuy 51 jika berada di Kota Kembang, Bandung. Saya termasuk penggemar kopi, hanya mungkin baru ditempat ini saya disajikan pemandangan menarik dan penjelasan yang gamblang tentang sebuah industriturun temurun yang semangat pendahulunya masih terasa sampai saat ini.

[caption id="attachment_281114" align="alignright" width="200" caption="Usia Penyimpanan menentukan jenis kopi yang diproduksi. Foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Widya Pratama, begitu pemilik pabrik kopi memperkenalkan diri. Sekilas sama saja, tak ada yang berbeda penampilan bapak pewaris pabrik kopi ini dengan karyawan yang lain, berseragam coklat-coklat, mondar-mandir kesana-kemari, dan ikut sibuk melayani pembeli. Siapa yang menyangka bapak tadi adalah otak dari pabrik ini. Dengan ramah beliau menyapa hampir semua pembeli, tidak peduli berapa bungkus atau kilo yang dibelinya. Penjual yang ramah banyak, namun hanya sedikit yang mau membagi sedikit rahasianya, memberikan gambaran yang jelas ini itu tentang pabriknya.

[caption id="attachment_281120" align="alignleft" width="200" caption="Suasana dalam pabrik, foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Memasuki ruangan pabrik yang mungkin lebih mirip garasi besar, jelas saja di dalamnya memang terdapat sebuah mobil dan sepeda onthel tua yang dipajang di tembok dekat langit-langit ruangan pabrik, bukan tanpa maksud, sepeda-sepeda tersebut mempunyai banyak nilai historis yang selalu menjadi pengingat akan kerasnya usaha, perjalanan, dan perjuangan yang dilakukan olehnya dan generasi sebelumnya. Jejeran mesin-mesin tua yang sewarna dengan tembok dan seragam yang dipakainya, nuansa di tempat ini sekilas mirip dengan setting film tahun 50-an, dimana bahan bakar masih memakai kayu dan ketika mesin masih berfungsi sebagai alat yang mempermudah tugas manusia, bukan sebagai pemangsa atas orang yang mengoperasikannya.

[caption id="attachment_281109" align="alignright" width="200" caption="Pak Widya dan tumpukan kopinya. Foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Kopi harus dari kebun yang sama, sebuah idealisme baginya dalam memilih tiap bijih kopi yang akan diolahnya. Segala proses yang terjadi sangat menentukan kualitas kopi yang akan dinikmati oleh konsumen. Tahap demi tahap produksi dilakukan menggunakan mesin buatan Jerman, alat pemanggang kopi menggunakan limbah kayu yang dibelinya dari petani kebun karet yang banyak terdapat di Jawa Barat, beliau menganggap ini adalah sebuah tahap yang tidak boleh dilupakan, membagi rejeki dengan tidak lantas mematikan mereka yang ikut mendukung keberlangsungan bisnis ini. “Memanggang dengan kayu memang memerlukan waktu yang jauh lebih lama dibanding menggunakan gas, namun dampaknya kadar keasaman kopi dapat ditekan sehingga kopi tetap aman dikonsumsi penderita maag akut sekalipun”, klaim Pak Widya.

[caption id="attachment_281113" align="alignleft" width="200" caption="Kopi harus berasal dari kebun yang sama. Foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Sebuah kecintaan dan totalitasnya sangat terasa. Bisnis kopi masih dipilihnya sebagai jalan hidup disamping pekerjaannya sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Sebuah keterikatan dengan sejarah dan tradisi yang sudah lekat mengantar keberlangsungan industri ini, menghidupi keluarga mereka yang terkait di dalamnya, dan menjaga harumnya kopi aroma tetap tersaji di cangkir konsumen yang mencintainya.

[caption id="attachment_281131" align="alignright" width="200" caption="Setelah melalui berbagai macam proses.Foto : Wibisono Tegar"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline