Lihat ke Halaman Asli

Kenyamanan

Diperbarui: 9 April 2017   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa nyaman itu penting dalam hal apapun. Pekerjaan yang nyaman. Hubungan yang nyaman. Kasur yang nyaman. Subjektif mestinya, karena tingkat kenyamanan setiap orang itu berbeda-beda. Lebih bersifat kepada perasaan, passion, dan hati. Hanya saja, ada suatu oknum yang memberikan standar seenaknya sendiri tentang kata ”nyaman” ini. Gaji besar, jabatan tinggi, harta berlimpah, dipandang baik oleh orang-orang disekitar, adalah beberapa standar kenyamanan yang sengaja dicptakan oleh oknum tersebut, hingga akhirnya muncul istilah ”keluar dari zona nyaman”. 

Zona nyaman menurut siapa dulu? Ada orang yang hatinya lebih suka dengan ”perjuangan” maka ketika dia berada pada kondisi yang stabil pasti jadinya ga nyaman donk. Jadi kalo dia sebelumnya pegawai dengan gaji puluhan juta tiap bulan lalu banting setir merintis usaha dari nol, dia jelas bukan ”meninggalkan zona nyaman”-nya, tapi justru mendekati standar kenyamanan dia sendiri.

Dan saat ini saya berada dalam kondisi yang benar-benar nyaman untuk urusan pekerjaan. Memang, jika dibandingkan dengan teman-teman yang lain sebenarnya ada banyak yang pendapatannya lebih besar dari saya. Tapi balik lagi, standar kenyamanan kan berbeda-beda tiap orang. Saya sendiri tidak menentukan dari nominal pendapatan. Toh kebutuhan dan keinginan saya sudah cukup kok dengan pendapatan yang sekarang. Saya tidak tahu dengan orang lain, tapi berdasarkan pengalaman saya selama 7 tahun bekerja di perusahaan yang sama di 3 kota penempatan yang berbeda, kenyamanan itu terbentuk lebih karena hubungan emosional yang terbangun dengan orang-orang di sekitar. 

Yups. Ternyata saya makhluk sosial banget. Saya nyaman dengan diri sendiri, tapi jauh lebih nyaman jika bisa berhubungan baik dengan orang-orang di sekitar saya. Memiliki sahabat di kantor, atau bahkan cinta lokasi. Dua-duanya saya pernah mengalami. Tapi gaes, cinta lokasi 1 kantor biasanya banyak musuhnya sih.. dipandang negatif gitu dengan rakyat lainnya #curcol.

Dan dari 3 kota yang pernah saya tempati ini, justru di tempat ketiga inilah saya merasa benar-benar nyaman bekerja. Menurut saya tentunya, karena berdasarkan standar orang lain mestinya kondisi saya sekarang ga ada nyaman-nyamannya. Jarak kantor ke kota asal saya itu itu sekitar 800-an kilometer, ongkos pulangnya mahal, saya sendirian ngekos di sini, belum berkeluarga, jomblo, pendapatan kalah jauh dengan orang-orang diluar sana, secara karir jabatannya nanggung, belum punya rumah, mobil, apalagi bermacam asset yang berserakan lain ya belum ada. Tapi apapun itu keadaannya, kebahagiaan terbesar saya ada di hari Senin s.d. Jumat. 

Hari kerja, di kantor, berinteraksi dengan orang-orang di sana. Mau pulang jam berapapun hayuk aja, asal lemburnya nggak sendirian. Beberapa kali saya mikir, apa saya udah berada dalam kondisi ”gila kerja” alias ”workaholic” ya? Jujur, saya tidak mau, tapi seringnya lajang seperti saya terjebak ke dalam kondisi seperti itu. Apalagi Sabtu Minggu saya bingung berkegiatan apa karena belum punya pasangan atau kawan maen di kost. Wah, jangan-jangan kenyamanan semu, nih. Pelampiasan, karena sebetulnya saya kesepian di kehidupan pribadi. Sepi karena pada dasarnya saya sangat suka berinteraksi dengan orang dan ngobrol. 

Di kantorlah saya bisa dapatkan kepuasan batin itu. Mengobrol, cerita, mendengarkan orang cerita, komentar ga pake mikir, dan lain-lain hubungan interaktif yang menarik. Apa yang lebih indah dari sebuah tempat kerja jika dikelilingi oleh orang-orang yang asyik dan lucu. Bos besar yang baik hati dan perhatian banget, Team Leader yang ganteng, muda, dan gaul, anggota tim yang kompak dan pinter-pinter, tim sebelah yang enak banget buat kerjasama dan gantian di kala ga masuk salah satunya, teman-teman makan siang yang mau juga diajak nongkrong, nonton, atau jalan-jalan setelah pulang kantor. Saya memang belum memiliki crush di sini, tapi justru inilah komposisi yang paling ideal menurut saya. Please, jangan ada yang pindah dulu. I love you all.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline