Lihat ke Halaman Asli

Surat Terbuka Untuk Diriku Sendiri

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hey, apa kabar cinta??? Hahahaha, aku sengaja manggil kamu cinta, karena aku tahu tidak ada yang memanggilmu dengan kata itu selain aku, dirimu sendiri.

Sesungguhnya, aku tidak tahu apa yang harus kutulis padamu. Ide untuk menulis surat untuk diri sendiri, adalah sebuah ide paling aneh dan paling abstrak yang pernah kupikirkan dan akhirnya kulakukan juga. Ini memang gila, tapi juga tidak salah, bukan? Toh, selama ini aku terlalu sering berbicara dengan orang lain, terlalu sering mendengarkan orang lain, terlalu sering membiarkan orang lain mengatur apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan.

Jadi untuk kali ini, biarlah aku mengobrol denganmu saja. Biar kukatakan apa yang ingin kukatakan, dan juga dengar apa yang ingin kaukatakan. Kau adalah diriku, dan aku adalah kamu. Aku seharusnya lebih sering mendengarmu, lebih sering mencari tahu apa yang kamu mau, lebih sering mendengar ceritamu. Aku seharusnya, tidak terlalu sibuk dengan dunia di luar sana.

Okey, apa kabar ? Apa kabar dengan syndrome 20-an mu? Masihkan kamu merasa kalau hidupmu sedang benar-benar berantakan, kalau orang lain jauh lebih berharga dan bahwa mereka melakukan segalanya jauh lebih baik dari kamu? Apakah kamu masih terbebani dengan pertanyaan 'Kerja dimana'? Apakah kamu masih merasa rendah diri dengan teman-temanmu? Apakah kamu masih kecewa dengan naskah-naskahmu yang ditolak penerbit? Apakah kamu masih merasa bersalah pada orang tuamu karena kamu tidak bisa menjadi apapun? Apakah kamu masih ingin terus mengejar mimpimu menjadi penulis ataukah kamu akan menyerah? Bagaimana dengan cinta baru yang kemarin kau ceritakan padaku, apakah kamu masih akan bertahan untuk mencintai ataukah memilih menyerah karena merasa tak pantas dengannya?

Kau tahu, merasakan semua perasaan labil itu di usia 20-an sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Aku membaca dari buku-buku kalau hal itu wajar, usia 20-an memanglah sebuah usia transisi yang berat. Disini, kamu akan berpindah dari kehidupan akademik yang serba nyaman ke sebuah real life yang penuh kejutan. Disini, kehidupan kadang membawa kamu pada sebuah medan perjalanan yang sangat berbeda dengan apa yang telah kamu siapkan dalam petamu. Tapi kamu mau apalagi? Kamu harus terus berjalan, karena kalau kamu menyerah kamu pasti kalah. Sedang kalau kamu terus berjalan, paling tidak kamu akan selangkah demi selangkah lebih dekat pada mimpimu.

Kamu juga harus tahu bahwa setiap orang memiliki takdir dan perjalanannya masing-masing. Jadi kalau hari ini orang-orang sudah menemukan pekerjaan impian mereka dan kamu justru masih berdarah-darah mengejar mimpimu, itu bukan berarti kamu kalah. Itu justru berarti Allah masih ingin melihatmu berusaha lebih lama lagi, atau Allah tahu bahwa kamu belum mengerahkan semua kekuatanmu, belum memakai semua kemampuanmu. Jadi pertanyaan "kerja dimana" bukanlah sesuatu yang harus kamu hindari dan membuatmu rendah diri, kamu bekerja, hanya saja orang-orang tidak melihat semua prosesmu sampai kamu bisa menghasilkan sebuah karya nyata. Tapi apa pengaruhnya untukmu? Kamu tahu kamu bekerja, dan itu seharusnya cukup.

Soal naskah-naskahmu yang ditolak, ayolah berpikir lebih rasional. Ribuan penulis besar juga mengalami penolakan naskah sepertimu sebelum akhirnya naskah mereka terbit dan meraih best seller. Ingat JK Rowling kan, penulis besar itu bahkan ditolak ratusan kali sebelum naskahnya kemudian menciptakan sebuah dunia baru yang dahsyat. Stephen King juga begitu, pun juga Tere Liye. Penolakan adalah sesuatu yang wajar yang harus kamu rasakan sebelum kami menikmati manisnya jadi penulis dan melihat naskahmu dipajang di toko-toko buku. Ibaratnya, penolakan adalah sejumlah jatuh yang harus membuat kakimu lecet sebelum akhirnya kamu mampu mengayuh sepedamu melintasi dunia.
Apa orang-orang menertawakanmu? Sabar saja, karena mereka hanya tidak tahu. Mereka tidak tahu bahwa mendaki gunung memanglah tak pernah mudah.

Dan kamu juga tidak perlu merasa bersalah pada orang tuamu. Meskipun kamu "belum" bisa menjadi anak yang membanggakan dan membahagiakan mereka dengan materi yang berlimpah, paling tidak kamu bisa mencoba apa yang disarankan Ustad Yusuf Mansur untuk tetap membahagiakan mereka. Bahkan ini dengan kebahagiaan yang lebih abadi, dengan kebanggaaan yang lebih dahsyat. Dan caranya adalah dengan terus menjadi anak yang sholeha dan terlebih lagi hafal Quran. Bukankah kamu tahu kemuliaan yang akan diberikan pada orang tua yang anaknya hafidzah? Jadi, baagimana hafalan Quran-mu? Hafalan surat Al-Mulk yang kau lakukan sudah sampai ayat berapa? Jangan menyerah, yah.
Sedangkan soal cintamu...
Ayolah, hapuskan saja pemikiranmu bahwa cinta ini terlambat. Bahwa apa yang kamu rasakan saat ini sudah terlambat karena kamu pernah menyakiti dan menyia-nyiakan perasaannya di masa lalu. Ini tidak terlambat, hanya saja Allah tahu kapan waktu yang tepat untuk membuatmu jatuh cinta padanya. Dia orang baik, dan karena itulah dirimu yang dulu tidak mencintainya. Ya, karena kamu tidak cukup baik untuk itu. Maka Allah membuatmu jatuh cinta pada orang yang salah, membuatmu merasakan begitu kesadaran, sampai kamu berubah dan pantas untuk mencintainya. Allah selalu tahu kapan waktu yang tepat.
Kamu juga tak perlu minder, cinta bukanlah sesuatu yang diukur dari apa pekerjaanmu dan apa pekerjaannya, apa mimpimu dan apa mimpinya. Cinta adalah sesuatu yang diukur dari seberapa besarkamu mampu mendukungnya untuk meraih mimpinya dan seebrapa besar kehadirannya mampu membuatmu semakin kokoh mengejar impianmu Dan juga tentang seberapa besar kalian saling pantas di mata Allah. Dan ingatlah bahwa Allah menilai ketakwaan dan bukan rupa, atau harta.

And Finally, jika di antara semua kesulitanmu itu kamu masih bisa menengadhkan tanganmu dan memohon pada Allah, masih bisa menyebut nama-Nya dan percaya bahwa segala keputusan ada di tangan-Nya, kamu seharusnya bersyukur. Paling tidak Allah tidak menanggalkan iman itu dari hatimu. Dan bukankah iman adalah harta yang terbesar.

Jangan takut pada kegagalan, jutaan orang gagal sebelum mereka berhasil. Jutaan orang terjatuh sebelum mereka kembali berlari. Kamu hanya perlu percaya bahwa ALLAH PASTI MENOLONG KITA.

BERSEMANGATLAH DIRIKU...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline