Lihat ke Halaman Asli

Whendry Satria Purnama

Universitas Muhammadiyah Malang

Wawasan Nusantara: Hukum Adat Suku Dayak dalam Perkembangan Zaman

Diperbarui: 5 Januari 2023   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wawasan nusantara merupakan hal yang wajib dimiliki para pelajar, pemahaman terkait dengan keanekaragaman Suku, Bahasa, dan Budaya, menjadikan Indonesia kaya akan keanekaragaman.  

Perlu kita ketahui Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau-pulau dan juga di huni oleh berbagi macam suku di dalamnya, menurut sensus Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah suku yang berada di Indonesia terdiri dari 1.340 suku, tentunya mereka masyarakat suku tersebut hidup dalam aturan berupa hukum adat tiap daerah yang bermaca-macam jenisnya.

Secara Bahasa hukum adat berasal dari serapan Bahasa Arab yaitu Hadazt yang memiliki makna sesuatu yang diulang-ulang hingga menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan masyarakat adat. Menurut Dr.Sukanto hukum adat adalah kumpulan dari pada adat yang tidak dibukukan yang mempunyai sifat paksaan disertai sanksi didalamnya.

Dalam konstitusi negara kita juga mengakui keberadaan hukum adat, hal tersebut tertuang pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”, dapat kita pahami bahwa negara turut serta mengaku keberadaan hukum adat selama tidak bertentangan dengan perkembangan masyarakat dan undang-undang.

Dalam masyarakat Dayak khusunya Kalimantan Tengan, peraturan tentang kelembagaan Adat Dayak diatur dalam peraturan daerah Provinsi Kalimantan Tengah nomor 16 tahun 2008, dalam konsiderannya, pembentukan kelembagaan adat tersebut bertujuan untuk membantu dan mendukung pemerintah provinsi dalam proses pengembangan serta pelestarian budaya dalam daerah otonom.

Jenis-jenis sanksi yang di berikan kepada pelanggar hukum adat juga di atur dalam pasal 32, penjatuhan sanksi dilakukan oleh Kerapatan Mantir, Adapun sanksi yang diberikan berupa: Nasehat atau tegura berupa ucapan maupun tulisan, pernyataan permohonan maaf berupa lisan dan atau tulisan, penjatuhan denda dan ganti kerugian, dikucilkan dari masyarakat adat serta tidak diperbolehkan mengikuti upacara adat, di keluarkan dari keanggotaan masyarakat adat. Masih banyak lagi sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan hukum adat setempat.

Adapun perihal jenjang kelembagaan adat Dayak di awali oleh Lembaga adat tingkat nasional, Lembaga adat tingkat provinsi, Lembaga adat tingkat kabupaten/kota, Lembaga adat tingkat kecamatan, dan Lembaga adat tingkat desa/kelurahan. Prihal tugas dan fungsi dari kelembagaan tersebut di atur secara jelas dalam pasal 4 nomor 16 tahun 2008 tentang peraturan kelembagaan adat Dayak.

Penulis sendiri mengharapkan agar pengetahuan tentang konsep hukum adat di kalimantan tengah ini di sosialisasikan ke berbagai tingkatan mulai dari kabupaten, kecamatan, hingga kedesa-desa di karenakan masyarakat yang hidup di pulau Kalimantan, khususnya Kalimanta Tengah, tidak hanya terdiri dari masyarakat asli suku Dayak, tapi juga terdiri dari para pendatang, mulai dari suku Jawa, Sumatera, Papua dan sebagainya. 

Dengan dilakukannya sosialisasi ini diharapkan keberadan dari hukum adat tidak hanya berupa tekstual saja, namun juga di implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, agar supaya prinsip-prinsip yang tertuang dalam hukum adat dapat terus dilestarikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline