Maaf sebelumnya, tulisan ini khusus saya tujukan bagi teman-teman sejawat saya di profesi kedokteran dalam berbagai bidang, maupun individu profesi yang terkait langsung dengan masalah REMUNERASI dan kaitannya dengan JASA MEDIS.
Saya menulis tulisan ini berawal dari rasa ketidaksetujuan dan rasa ingin tahu , jikalau ada yang punya kasus serupa ditempat kerja masing-masing, mengenai masalah pemberian remunerasi(ditempat saya disebut performa).
Di instansi Negri tempat saya bekerja, ada ketentuan yaitu bagi seorang dokter ataupun paramedis yang menerima performa/remuneraai, maka jasa medisnya ditiadakan dengan alasan remunerasi ada untuk menggantikan jasa medis. Bila dipaksakan, Remunerasi dan Jasa Medis dilaksanakan bersama-sama bisa dipermasalahkan secara hukum, sebab indikator penilaiannya antara jasa medis dan remunerasi adalah sama.
Pihak PemKot tempat saya bekerja juga berdalih dengan menyamakan kasus guru di kota saya dengan kasus kami para tenaga kesehatan. Yang mana seorang guru di sini yang mendapatkan remunerasi hanyalah guru yang tidak/belum mendapatkan sertifikasi.
Selain alasan diatas,masih banyak alasan hukum dan politis yang saya sebagai seorang tenaga kesehatan tidak terlalu mengerti sehingga sulit untuk menjelaskannya di artikel ini.
dibenarkankah pelaksanaan program remunerasi seperti diatas, bukankah remunerasi dan jasa medis dua hal yang berbeda, mempunyai dasar hukum dan indikator penilaiannya pun sangatlah berbeda. Sehinga saya berharap ada komentar saran atau bahkan solusi dalam masalah ini dari para pembaca sekalian.
Sebagai lampiran, saya sertakan Kata Pengantar Acuan tarif Jasa Dokter dan Sambutan Dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia yang dikeluarkan bulan Oktober 2013.
Bontang 28 mei 2015
ttd
dr. Rasyid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H