Saya mengikuti percakapan di media sosial tentang peristiwa yang terjadi di Tolikara, Papua. Saya mencermati respons yang tertulis dari rekan-rekan muslim dan penganut agama lain. Beberapa respons itu mengena, namun sebagian juga menggambarkan kekurangtahuan tentang keyakinan lain, dalam hal ini Kristen. Nah, sebagai pendeta, saya ingin berbagi dua salah paham tentang gereja yang seringkali ada di benak penganut agama lain. Bukankah makin kita mengenal keyakinan lain, bukan saja wawasan kita makin luas, namun keyakinan pada agama kita seharusnya makin mendalam?
Kesalahpahaman pertama, hanya ada satu jenis gereja di Indonesia. Apabila kita menyebut gereja dalam percakapan sehari-hari, maka pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah : ke gereja mana? Katolik atau Kristen? Dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) agama Kristen dan Katholik dibedakan, walau secara teologis mempunyai cukup banyak persamaan. Nah, jika pertanyaan ini dijawab : Katolik maka selesai sudah. Hanya ada satu gereja Katolik di Indonesia. Namun, jika jawabannya adalah Kristen, maka pertanyaan selanjutnya adalah : apa nama gerejanya? Aliran apa? Nah, masalanya dalam agama Kristen sendiri ada berapa aliran? Puluhan dan mungkin juga seratusn. Pelbagai aliran dalam agama Kristen ini sebagian membentuk organisasi yang memayungi mereka (sinode), namun sebagian juga lebih mirip pada jaringan komunikasi.
Mengapa ada pelbagai aliran gereja? Ada aliran gereja yang terbentuk karena perbedaan pandangan teologi. Ada aliran gereja yang terbentuk karena perselisihan atau konflik internal. Tentu saja perselisihan ini memprihatinkan, namun apa boleh buat itulah yang terjadi di lapangan. Bukan tidak ada upaya untuk menyelesaikannya, namun fenomena ini terus berkelanjutan bahkan hingga sekarang. Apakah pelbagai aliran gereja ini saling bersaing untuk mendapatkan anggota? Tak terhindarkan, baik secara diam-diam atau terang-terangan. Dari surat gereja yang beredar terkait insiden Tolikara itu kita mendapatkan kalimat penegasan bahwa satu aliran gereja melarang aliran lain membukan gereja di wilayahnya bukan? Maka istilah “mencuri domba” adalah penggambaran tentang persaingan memperebutkan anggota yang seringkali terjadi di beberapa gereja.
Apa konsekuensi adanya pelbagai aliran ini? Perbedaan aliran gereja seringkali mewujudnyata dalam perbedaan liturgi (tata acara ibadah). Perbedaan liturgi salah satunya juga berimplikasi pada perbedaan dekorasi gedung gereja. Ada gereja yang penuh dengan ornamen agama, misalnya salib, gambar-gambar rohani atau patung-patung tertentu. Ada gereja yang bahkan sama sekali tidak nampak tanda salib. Cara beribadah pun berbeda. Ada yang tenang, ada yang penuh dengan sorak sorai. Ada yang memakai piano dan organ, adapula yang memakai band lengkap. Itulah sebabnya ada kebutuhan masing-masing aliran gereja untuk mempunyai gedung gereja sendiri. Pada praktiknya menjadi sangat sulit apabila satu gedung gereja dipakai bersama oleh pelbagai aliran mengingat perbedaan cara ibadah dan segala pernak-pernik yang terkait di dalamnya. Walaupun ada satu dua gedung gereja yang pada kenyataaannya telah dipakai dua aliran gereja yang mirip cara ibadahnya.
Demikian pula, sikap dan tindakan satu gereja belum tentu disetujui oleh gereja lain. Sikap dan tindakan satu gereja belum tentu mencerminkan sikap dan tindakan seluruh gereja.
Kesalahpahaman kedua, pertambahan jumlah gedung gereja pasti berarti pertambahan jumlah umat Kristen. Nah, ini juga salah satu hal yang sensitif. Sebagian orang berpandangan bahwa pertambahan jumlah gedung gereja adalah bukti jumlah orang Kristen bertambah. Tidak selalu demikian. Barangkali ini adalah hal yang sulit dipahami oleh rekan-rekan muslim bahwa sebagian orang-orang Kristen bisa saja beribadah dan bahkan menjadi anggota di lebih dari dua organisasi gereja. Apa penyebabnya? Kurang lebih seperti ini : sebagian orang Kristen memahami bahwa mereka pergi ke gereja untuk mendapatkan sesuatu. Nah, di gereja A barangkali khotbah pendetanya bagus, namun musiknya sangat tradisional. Di gereja B musiknya sangat bagus, walau khotbahnya biasa-biasa saja. Sebagian orang Kristen pun di pagi hari pergi ke gereja A, sementara di sore hari pergi ke gereja B. Bahkan bukan sekadar pergi beribadah, namun juga mempunyai keanggotaan di dua gereja atau bahkan lebih. Belum lagi hadirnya persekutuan-persekutuan doa di banyak tempat yang menyelenggarakan ibadah di luar hari Minggu. Ada orang-orang Kristen yang pada hari Minggu telah mengikuti ibadah, menyediakan waktu pula untuk mengikuti persekutuan-persekutuan doa ini.
Bagaimana dengan statistik anggota gereja tertentu yang nampaknya terus bertambah? Nah, dalam hal ini masing-masing gereja punya kebijaksanaan tersendiri bagaimana menghitung anggota gereja. Ada yang mensyaratkan tuntutan tertentu terkait dengan keanggotaan gereja. Ada yang menghitung berapapun yang mengikuti ibadah di gerejanya (walau sangat mungkin adalah anggota gereja lain) adalah anggota gerejanya. Bahkan, ada gereja yang menghitung berapa pengunjung pada waktu Paska atau Natal sebagai jumlah anggota gerejanya. Padahal bisa jadi pengunjung pada waktu Paska atau Natal itu berasal dari gereja lain.
Jadi, apakah pertambahan gedung gereja berarti pertambahan jumlah umat Kristen? Seringkali tidak demikian. Pertambahan jumlah gedung gereja dan ibadah dapat juga dipahami dalam konteks adanya sebagian umat Kristen yang gemar mengikuti pelbagai ragam ibadah yang disediakan beberapa aliran gereja. Pertambahan secara natural tentu saja terjadi sebagaimana pada penganut agama-agama lain. Bagaimana pertambahan penganut agama Kristen terkait dengan aktivitas penginjilan? Nah, tidak ada statistik yang resmi dan dapat dipertanggungjawabankan tentang hal ini. Yang ada seringkali hanyalah misalnya perkiraan berdasarkan angka baptisan (upacara masuk menjadi anggota gereja) di tiap gereja. Padahal ada juga orang-orang Kristen yang dibaptiskan beberapa kali di beberapa gereja.
Nah, semoga dua penjelasan ini memperkaya pemahaman terhadap gereja! Makin saling mengenal sehingga tak terjadi salah paham yang tak perlu. Makin mengenal untuk bersama-sama berjuang untuk kesatuan Indonesia.
Ilustrasi: Silhouette
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H