Lihat ke Halaman Asli

Wentina Sitompul

blog pribadi

Pembelajaran Tatap Muka 100% d Mmasa Pandemi, Apakah Efektif?

Diperbarui: 17 Januari 2022   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak awal masa pandemi berbagai sektor di Indonesia diberlakukan secara online. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang dilaksanakan dirumah saat masa pandemic, dimulai dari bulan Maret 2020 dari pelajar sampai dengan mahasiswa sudah mulai melaksanakan School From Home guna mempersempit penyebaran Covid-19.

Di awal tahun 2022 sekolah-sekolah di Pulau Jawa sudah memulai kegiatan pembelajaran tatap muka hingga 100% dengan beberapa syarat yang dikeluarkan melalui SKB 4 Menteri tahun 2022. Pertama, perlu dipastikan bahwa tenaga pendidik sudah tervaksinasi. Jadi seluruh tenaga pendidik di harapkan untuk segera di vaksinasi agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka karena hal ini menjadi penunjang agar anak-anak tetap aman di sekolah

Dalam SKB Empat Menteri tersebut juga dikatakan bahwa pendidikan di wilayah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) level 1 dan 2 diperbolehkan untuk melaksanakan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) dengan jumlah peserta didik hinggal 100% jika pendidik sudah melaksanakan vaksin dosis 2 paling sedikit 80% dan sekolah diperbolehkan untuk melaksanakan PTM setiap hari dengan lama belajar paling lama enam jam perhari.

Terdapat banyak pro dan kontra dari kebijakan kali ini. Karena sebagian pelajar serta mahasiswa sudah merasa nyaman belajar dari rumah tetapi sebagian lainnya merasa bahwa lebih baik kegiatan belajar mengajar diberlakukan secara offline.

Salah satu pelajar tingkat akhir SMA di Jakarta, Silvi (17) berpendapat "kalau aku cukup merasa keberatan dengan kegiatan pembelajaran secara offline karena aku sudah terbiasa belajar dari rumah. Selain itu, semenjak pandemi aku juga memiliki kegiatan lain yang cukup menyita waktu"

Hal yang berbeda di katakan oleh Anisa (15) ia mengatakan "aku lebih suka sekolah offline karena ilmu yang didapat juga lebih banyak, selain itu aku juga jadi  bisa beradaptasi dengan lingkungan baru"

Terdapat dua pendapat yang berbeda dari kedua pelajar tersebut. Menurut saya, kedua perbedaan tersebut didorong oleh berbagai faktor salah satunya adalah tingkat pendidikan. Dimana Silvi saat ini sudah berada di tingkat akhir dan menjelang kelulusan jadi ia merasa lebih baik tetap dilanjutkan online saja karena mungkin akan memberatkan jika harus dialihkan menjadi offline. Tetapi, Anisa yang bisa dikatakan baru menginjak bangku SMA merasa bahwa kebijakan adalah kesempatan untuknya agar dapat mendalami dunia pendidikan tingkat SMA dan juga menambah relasi, karena jika hanya berkenalan secara virtual akan terasa kurang.

Tetapi, kebijakan ini juga masih bisa berubah mengingat terdapat varian baru dari Covid-19 yaitu Omicron yang sudah mulai terdeteksi di Indonesia. Ini bisa menyebabkan pembelajaran beralih ke daring lagi.

--

Penulis : Wentina Sitompul || Jurnalistik, Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Indonesia.
Dosen Pembimbing : Melati Mediana Tobing, ST., S.I.Kom.,M.Si.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline