Alam Kerinci tidak hanya memukau dengan keindahan pemandangan dan kekayaan hayatinya, tetapi juga memiliki nilai budaya yang mendalam yang sudah berkembang sejak zaman dahulu. Terlepas dari pembagian administratif modern yang memisahkan wilayah ini menjadi Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, budaya Kerinci tetap menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, terikat oleh sejarah, tradisi, dan cara hidup masyarakatnya yang harmonis dengan alam.
Kerinci dikenal sebagai wilayah yang sarat dengan budaya berbasis alam, di mana kehidupan masyarakat sangat bergantung pada lingkungannya. Tradisi dan adat istiadat setempat banyak dipengaruhi oleh alam sekitar---gunung, danau, sungai, serta hutan. Masyarakat Kerinci meyakini bahwa setiap elemen alam memiliki kekuatan spiritual yang harus dihormati, dan keyakinan ini tercermin dalam berbagai ritual adat yang hingga kini masih dilaksanakan.
Budaya Kerinci terlihat jelas melalui peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh wilayah, seperti Batu Berukir dan situs Megalitik. Batu Berukir yang ada di Kerinci memiliki nilai budaya yang tinggi, bukan hanya sebagai artefak seni tetapi juga sebagai media yang menggambarkan kehidupan spiritual dan sosial masyarakat pada masa lampau. Di berbagai tempat di Kerinci, ditemukan dolmen, menhir, dan sarkofagus, yang menunjukkan bahwa peradaban di wilayah ini sudah sangat maju dalam hal penghormatan terhadap leluhur serta pengelolaan spiritual masyarakatnya.
Salah satu peninggalan yang sangat menarik adalah tulisan Incung, sebuah aksara kuno yang menjadi identitas budaya Kerinci. Tulisan ini ditemukan pada berbagai benda pusaka, seperti tanduk kerbau, kulit kayu, hingga pada benda-benda peninggalan lainnya yang memiliki makna spiritual tinggi. Aksara Incung digunakan oleh masyarakat Kerinci kuno untuk mencatat berbagai hal penting, mulai dari silsilah keluarga hingga hukum adat. Tulisan ini tidak hanya sekadar bentuk komunikasi, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan spiritual.
Peninggalan ini menegaskan bahwa masyarakat Kerinci sudah memiliki sistem penulisan yang berkembang cukup baik pada masanya, menunjukkan tingkat intelektual dan sosial yang maju. Tulisan Incung yang terukir pada tanduk atau kulit kayu menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Kerinci, di mana alam dan budaya bersatu dalam harmoni. Hingga kini, peninggalan ini menjadi salah satu simbol kuat dari kebudayaan Kerinci yang terus dijaga dan dilestarikan.
Salah satu peninggalan budaya yang sangat mencerminkan hubungan erat masyarakat dengan alam adalah Umah Laheak, rumah adat khas Kerinci yang masih bertahan hingga kini. Umah Laheak merupakan rumah panggung berbahan dasar kayu dengan atap ijuk, yang tersusun memanjang dalam deretan yang saling berhubungan antara rumah satu dengan rumah lainnya. Bentuk ini menunjukkan kekuatan ikatan sosial masyarakat Kerinci yang tinggal dalam satu komunitas besar. Setiap Umah Laheak dihuni oleh beberapa keluarga besar yang hidup dalam harmoni, mengandalkan gotong royong dan solidaritas.
Arsitektur Umah Laheak bukan hanya menunjukkan penyesuaian terhadap kondisi alam, tetapi juga mencerminkan cara masyarakat menjaga keharmonisan hubungan sosial. Rumah-rumah ini didirikan dengan prinsip kebersamaan, di mana antara rumah satu dan rumah lainnya saling berdekatan dan terkoneksi, memfasilitasi interaksi sosial yang erat. Selain sebagai tempat tinggal, Umah Laheak juga menjadi pusat kegiatan budaya, seperti upacara adat, pertemuan keluarga besar, dan musyawarah desa.
Budaya alam Kerinci ini berdiri kokoh terlepas dari pembagian administratif antara Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Secara kultural, masyarakat di kedua wilayah tersebut tetap merujuk pada warisan yang sama---tradisi, adat, serta cara hidup yang telah diwariskan turun-temurun. Meski sekarang secara politik dan pemerintahan terbagi, masyarakat masih mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari satu kesatuan budaya Kerinci yang dihormati secara luas.
Peninggalan-peninggalan sejarah, seperti aksara Incung, tradisi rumah adat, dan cara hidup yang berbasis alam, menjadikan budaya Kerinci sebagai warisan yang tak ternilai. Oleh karena itu, meski pembagian administratif terjadi, identitas budaya dan sejarah Kerinci tetap menyatu, membuktikan bahwa warisan leluhur dan alam di wilayah ini akan selalu menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Kerinci yang terus dilestarikan dan dijaga untuk generasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H