Lihat ke Halaman Asli

Untukmu… Wahai Pria Bergincu…

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kemudian ada yang menanyakan kepadaku, perihal apa yang kutakuti. Tentu dengan yakin akan kujawab, bahwa apa  yang kutakuti itu adalah Allah SWT, sang pemilik alam semesta, sang Maha Kuasa. Lantas kemudian ada beberapa pria bergincu, yang notabeninya akademisi, bercerita, bahwa diruang-ruang kelas dan di ruang-ruang birokrat, ada yang juga memiliki kuasa selain Tuhan dan mereka, para penguasa semu, mengklaim sebagai penguasa alam (realitas) yang mengetahui dengan pasti mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Sang pemilik kekuasaan itu bertindak layaknya Tuhan, sang Maha Benar, sang maha mengetahui, sang ahli tafsir Realitas, sang ahli moral. Mereka itu fasih ketika berbicara tentang moral, humanisasi (memanusiakan manusia), namun secepat itu pula mereka lupa.

Sungguh miris terkadang, melihat kecenderungan para pengkotbah moral itu bertindak kontradiksi. Sadarkah mereka jika kuasa itu ada dimana-mana, dimana ada yang menguasai dan ada yang dikuasai, kekuasaan pun ada dan mengada. Aturan dijadikan legitamasi bagi mereka, mereka itu, sang birokrat yang memiliki agama namun tak kuketahui apakah mereka paham tentang ajaran agamanya, dimana ketika melihat perilaku mereka yang terkadang dehumanisasi, membuatku untuk meragukannya. Apa yang baik dan apa yang benar, ada ditangan mereka, dan yang keseringan terjadi pandangan lain dianggap buruk, merusak, amoral dan sebagainya. Kuasa makna kebaikan seakan-akan ada ditangan mereka. Lupakah!!! mereka jika ada sang maha Tahu, sang Maha Benar, yaitu Tuhan yang selalu mereka sembah, Tuhan yang memberinya kehidupan. Melalui aturan yang mereka buat sendiri, tanpa melibatkan objek yang diatur, mereka dengan sewenang-wenang memasung, membatasi, dan mengatur individu. Sadarkah mereka jika perbuatan semacam itu, sama saja ingin menggantikan Tuhan.

Dan pria-pria bergincu itu pun hanya manggut-manggut, diam, tak berani mengambil tindakan, walau sadar dirinya diperbudak oleh manusia yang ingin menyaingi Tuhan. Lantas kulanjutkan, bahwa sampai saat ini tak ada yang namanya kebenaran absolute dalam ilmu pengetahuan. Jika mereka, yang mengklaim dirinya sebagai ahli tafsir realitas, tidak menerima hal tersebut. Patut kemudian engkau ajukan suatu pertanyaan terhadapnya, Kebenaran seperti apa yang mereka pahami, bagaimana epistimologinya, bagaimana cara subjek benar-benar mampu untuk manunggaling dengan objek, apakah mereka sudah mendengar tentang kuasa pengetahuan, atau kehendak untuk berkuasa, apakah mereka pernah mendengar cerita 3 orang buta dalam mendefinisikan gajah. Ingatkan pada mereka bahwa setiap waktu kebenaran mereka itu terus direvisi, diperbaiki, diperbaruhi, melalui metode dialektika yang mereka gunakan. Namun nasehatku,  janganlah kau tanyakan kepada mereka terlebih dahulu, jika engkau sendiri tak pernah paham dengan pertanyaan itu. Ajaklah mereka untuk bersyahadat kembali, barangkali dengan itu mereka akan ingat kepada Tuhannya, Tuhan Yang Maha benar, Tuhan Yang Maha Mengetahui.

Akhirnya jika engkau memiliki keberanian untuk memerdekakan dirimu dari penguasaan mereka, maka akan kuhapuskan Gincu itu di bibirmu, kan kuganti hadiah sebuah Rok yang tadinya sempat akan aku berikan padamu, dengan mahkota kebebasan.  Pertahankan Hakmu, jika hak mu itu diserang…

TUHAN MAHA KUASA, JADI MANUSIA JANGAN SOK KUASA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline