[caption caption="Foto oleh Akbar Nugroho Gumai /Antara. Sumber Google Images search."][/caption]
Pada tanggal 16 Agustus lalu, dalam pidato kenegaraannya di gedung MPR RI, bapak Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa, bersama dengan pencapaian-pencapaian Indonesia lainnya, pertumbuhan Ekonomi Indonesia-yang mencapai 4,92% pada triwulan pertama, dan semakin meningkat menjadi 5,18% di triwulan kedua-adalah suatu hal yang harus disyukuri, karena merupakan pertumbuhan yang jauh lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang, salah satu pertumbuhan tertinggi di Asia, dan mampu diraih pada masa ekonomi global masih mengalami perlambatan [1].
Suatu negara didirikan atas berbagai tujuan yang menjadi latar belakang sekaligus cita-cita yang ingin dicapai. Pendirian suatu negara, dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian atas hal-hal yang menjadi cita-cita dari pendirian negara tersebut.
Cita-cita tersebut dapat tersebar ke dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang politik, misalnya, negara didirikan dalam rangka meraih dan memastikan bahwa suatu bangsa memiliki kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri, dan terbebas dari penjajahan. Dalam hal peningkatan kualitas hidup, negara didirikan sebagai alat pencapaian tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Dalam bidang ekonomi, negara juga diharapkan mampu menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa menuju ke arah yang lebih baik. Negara sebagai suatu alat, diharapkan mampu membawa seluruh warga bangsa-yang tidak lain adalah pendiri dari negara tersebut- kearah tujuan-tujuan yang ingin dicapai [2].
Pemerintah, dalam hal ini, sebagai pihak yang diberikan kuasa menjalankan pengorganisasian negara, adalah pihak yang paling berkewajiban untuk memastikan tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Melalaui program-program yang dibuatnya, pemerintah diharapkan mampu membawa suatu bangsa kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam upaya pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan tersebut, diperlukan suatu alat untuk mengetahui apakah program-program yang dijalankan suatu pemerintahan benar-benar mengarah pada prores pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Adanya suatu ukuran yang dapat menilai kinerja suatu negara, akan mempermudah proses evaluasi atas program-program yang dijalankan oleh negara tersebut.
PDB, bersama dengan indikator-indikator lainnya, adalah salah satu alat ukur yang sering digunakan oleh banyak negara sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu pemerintahan dalam bidang ekonomi. Lebih jauh lagi, PDB-atau yang dalam bahasa internasional disebut sebagai Gross Domestic Product (GDP)-jamak digunakan sebagai ukuran seberapa berhasil suatu pemerintahan dalam menumbuhkan perekonomian masyarakatnya. Hal yang juga sepertinya berlaku di Indonesia, yang mana berdasarkan penjelasan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dalam website resminya, yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi dalam setiap data yang dirilis, adalah pertumbuhan yang didasarkan pada pertambahan nilai PDB [3].
Di luar itu, PDB juga sering ditempatkan pada posisi yang cukup istemewa. Dalam beberapa kasus bahkan, PDB terlihat seolah ditempatkan sebagai tujuan akhir dari setiap kebijakan ekonomi. Tidak jarang, suatu kebijakan akan mendapatkan kredit lebih jika kebijakan tersebut dianggap dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDB), seperti: dana repatriasi tax amnesty untuk pertumbuhan ekonomi; paket kebijakan deregulasi kebijakan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; dan kebijakan-kebijakan lainnya. Tidak jarang pula, suatu pemerintah akan merasa berhasil jika sukses membawa pertumbuhan ekonomi (PDB) negaranya melambung tinggi, sebagaimana ditunjukan oleh bapak Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraannya di gedung MPR kemarin.
Tetapi, apakah benar demikian?