Baiat ialah janji sumpah setia untuk taat kepada pihak yang berkuasa atas urusan kaum muslimin yang juga dikenal dengan konsep Ulil Amri. Lalu, apakah hukum baiat ini bagi setiap muslim?
Wajib. Ijma' (kesepakatan) para ulama mewajibkan baiat ini kepada setiap orang islam yang berada di dalam suatu wilayah kekuasaan atau negara. Ada banyak dalil yang menjadi landasan perkara ini termasuk fatwa para imam mazhab.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu,"(QS An-Nisa:59).
Kata ulil amri dalam firman Allah di atas, menurut ahli tafsir, bermakna pemimpin atau pemerintah yang memegang kekuasaan suatu wilayah/negara.
"Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada sulthan), baik dalam perkara yang dia senangi maupun dia benci, kecuali kalau dia diperintah dalam perkara maksiat, maka dia tidak boleh mendengar maupun taat."(HR. Bukhari 4/329 Muslim 3/1469).
Lalu muncul pertanyaan apakah saat ini umat Islam Indonesia harus berbaiat atau berjanji setia untuk taat pada Presiden Jokowi. Jawabannya, iya. Saat ini, setidaknya hingga 2019 mendatang, sultan, raja atau pemimpin terpilih yang disepakati adalah beliau.
Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H), di dalam Ushul As Sunnah menjelaskan, umat Islam wajib mentaati pemimpin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan). Wajib pula menaati pemegang kuasa suatu negeri yang disepakati oleh masyarakat. Sekalipun kekuasaannya direbut dengan pedang (peperangan) hingga ia menjadi khalifah yang disebut amirul mukminin di wilayah tersebut.
Merebut kekuasaan dengan pedang dapat dikatakan juga dengan aksi kudeta, cara yang tidak islami. Begitu juga dengan cara pemilihan langsung melalui Pemilu yang kita kenal sebagai pesta demokrasi di Indonesia sebagai wadah memilih ulil amri atau presiden. Artinya, setiap muslim wajib menaati pemimpin yang sudah sah, sekalipun terpilih dengan cara-cara tidak syar'i.
Jokowi ya Ulil Amri
Terlepas dari motivasi politik hari ini, suka ataupun tidak, Jokowi adalah pemimpin kita, rakyat Indonesia. Sebagai seorang muslim maka kita wajib menaatinya, kecuali dalam hal-hal kemaksiatan karena tidak ada ketaatan pada hal-hal yang dilarang Allah Subhanahuwata'ala.
Jika ada dari kebijakan beliau yang bertentangan dengan hukum agama maka tidak perlu kita taati. Bahkan jika mampu, nasehati, barangkali ketidak-pahaman pada agama menjadi penyebabnya. Bukankah Islam itu agama yang saling menasehati?