Pemerintah telah merancang sejumlah kebijakan dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian. Salah satu strategi tersebut secara khusus memperhatikan kelompok masyarakat kelas menengah sebagai salah satu penopang utama indikator gerak ekonomi. Wujud strategi itu antara lain pemberian sejumlah subsidi, seperti energi, subsidi listrik, jaminan kesehatan melalui kepesertaan pada BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja, hingga insentif pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Sedangkan untuk masyarakat yang juga banyak bergelut di bidang usaha seperti UMKM, juga menjadi target terbesar dari mereka yang diinginkan pemerintah naik status ke dalam kelompok masyarakat menengah, pemerintah juga mendongkrak lewat sejumlah strategi seperti pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan tingkat bunga yang rendah,"ungkap Menko Airlangga pada Rabu (30/9/2024).
Bagi kelompok masyarakat kelas menengah ini juga, sejumlah insentif juga telah diberikan, mulai dari insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas pembelian rumah dan kendaraan berbasis listrik. Dua kelompok ini menjadi sasaran utama karena properti dan otomotif merupakan produk pembelian terbesar yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah.
Beragam upaya tersebut diharapkan tidak berakhir saat pemerintahan presiden Joko Widodo selesai tahun ini. Apalagi sebelumnya beragam program strategis telah disiapkan pemerintahan Joko Widodo dalam mempersiapkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi jangka panjang menuju tahun 2045, seperti mendorong transisi energi seperti penyaipan hydropower, pengembangan lanjutan dari geothermal, hingga pengembangan solar panel. Termasuk juga bidang lain yang masih relatif baru seperti digitalisasi yang dinilai pemerintah bisa tampil sebagai pengungkit ekonomi karena potensi sumbangan yang dikandung dari ekonomi digital itu untuk tahun 2030 bisa mencapai USD 300 miliar.
Serangkaian dari upaya yang telah dilakukan tersebut sejatinya sudah terbukti berhasil, khususnya dalam penjagaan postur ekonomi nasional yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil di kisaran 5 Persen (yoy). Termasuk inflasi yang terjaga di rentang kendali, menjadi satu indikator dari stabilitas perekonomian nasional tersebut. Kestabilan itu layak disebut sebagai prestasi karena diraih di tengah beragam tantangan dan ketidakpastian global. Mulai dari dampak Covid-19 yang belum sepenuhnya usai, konflik dan ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah, hingga kondisi pelambatan ekonomi yang merata di seluruh dunia.
"Saat ini pembangunan infrastruktur terus berjalan dan belum selesai, dan ini adalah bentuk backbone-nnya. Maka dalam mengupayakan pertumbuhan, diperlukan ruas-ruas samping sebagai fishbone yang ini belum lagi tersambung. Ini yang harusnya dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang. Ini semua yang dalam APBN akan dipersiapkan dalam bentuk Inpres guna mengakselerasi hal tersebut. Sehingga jika hal demikian sudah ada, maka akan membuat percepatan untuk terwujudnya peningkatan dalam produktifitas dan berujung kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi,"tutup Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H