Menjadi perantau dengan berbagai pertimbangan dan alasan telah menjadi satu dari budaya bangsa Indonesia. Keinginan unntuk merambah ke daerah baru, yang jauh dari tempat asal yang salah satu tujuannya adalah untuk memperbaiki taraf hidup menjadi satu dari sejumlah pertimbangan utama dan sudah terceritakan jauh ke belakang sebelum Indonesia merdeka.
Hingga kini fenomena itu masih berlangsung, dengan format dan pola yang mengikuti proses modernitas hubungan antar bangsa serta moda yang digunakan. Jika dahulu sifatnya voluntary dengan segala resiko dan untung rugi yang harus ditanggung sendiri, maka sekarang di tengah koneksi dunia yang semakin mudah, pemerintah tidak bisa lepas tangan terhadap segala persoalan yang ada. Karena suka atau tidak, mereka yang kini lebih akrab disebut sebagai pekerja migran tersebut, adalah juga duta dan wakil dari wajah Indonesia saat berada di negeri orang. Wajah yang pada bentuk lainnya adalah juga penopang bagi bergeraknya ekonomi dalam negeri, mengingat sumbangan devisa yang dihasilkan dari para perantau tersebut terhitung besar, disamping juga menjadi motor utama bagi perbaikan kesejahteraan untuk keluarga yang mereka tinggalkan di kampung halaman.
Dengan posisi penting sebagai penyumbang devisa yang relatif besar tersebut, pemerintah sendiri sejak jauh hari menyadari bahwa peran serta mereka sama sekali tidak boleh dipinggirkan. Secara kasat mata, peran penting yang dimiiki para pekerja migran tersebut ada pada remittensi, atau pengiriman uang ke dalam negeri dari mancanegara. Remittensi yang tak hanya mampu memberi manfaat finansial bagi kesejahteraan keluarga pekerja, namun juga berperan sebagai katalisator dalam meningkatkan devisa negara. Dalam catatan pemerintah pada rentang tahun 2015-2019 atau sebelum pandemi, rata-rata remitansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari tahun 2015 hingga 2019 mencapai USD 9.8 miliar per tahun. Khusus yang dari negeri ginseng Korea, jumlah yang tercatat hingga kuartal II tahun ini tercatat sebesar USD 22 juta. "Dengan jumlah tidak kurang dari Rp159,6 triliun, devisa dari remittensi pekerja migran ini adalah salah satu yang terbesar dari kompetensi yang pekerja migran miliki,"kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan motivational speech dalam acara Pelepasan Pekerja Migran Indonesia Program G to G Korea Selatan, Senin (22/08).
Potensi yang pada tahap lanjutnya ingin ditingkatkan pemerintah dalam bentuk serangkaian kebijakan yang berkaitan dengan optimalisasi perlindungan bagi PMI dengan memangkas berbagai masalah sejak tahap awal perekrutan melalui skema Government to Government (G to G), serta menjamin keamanan PMI dengan melakukan pemberantasan sindikat penempatan ilegal PMI di negara tujuan migran.
Tak cuma bicara aspek hukum dan perlindungan, Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menyebutka bahwa pemerintah dengan segala kewenangan yang dimililki mengupayakan proses dan keringanan, khususnya terhadap biaya yang tadinya harus dikeluarkan para calon pekerja, seperti biaya preliminary untuk jenis pekerjaan tertentu, biaya penempatan bagi PMI pada 10 jenis jabatan yang cukup rentan, biaya tiket keberangkatan dan pulang, visa kerja, legalitas perjanjian kerja, pelatihan kerja, sertifikat kompetensi kerja, jasa perusahaan, pengganti paspor, jaminan sosial pekerja migran, pemeriksaan kesehatan, transportasi, hingga akomodasi.
Bahkan, pada tahun 2022 ini, dukungan khusus juga diberikan dala bentuk dukungan pembiayaan dengan pemberian modal kerja melalui KUR PMI. Pada tahun 2022, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp390 miliar dan meningkatkan plafon pinjaman dari yang sebelumnya sebesar Rp25 juta menjadi Rp100 juta. Selain meningkatkan plafon kredit dengan cukup tinggi, Pemerintah juga melakukan perubahan metode pencairan KUR PMI yang sesuai tahapan proses penempatan PMI agar diharapkan dapat meningkatkan pengiriman dan kesejahteraan PMI. "Khusus pekerja migran yang membutuhkan biaya sebelum berangkat, Pemerintah memberikan KUR PMI dengan plafon hingga Rp100 juta sehingga PMI tidak perlu menjual barang atau berhutang pada rentenir lagi dan tentunya jumlah ini masih dapat dijangkau pembayarannya oleh PMI," ujar Menko Airlangga.
Bagi Airlangga yang secara resmi menjadi perwakilan pemerintah, pesan besar yang ingin disampaikan kepada mereka calon perantau tersebut adalah, agar mereka terus meninhgkatkan kemampuan, tetap berkoordinasi dengan kedutaan jika menghadapi persoalan dan tak melupakan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Kelak, setelah pengalaman tersebut dirasa cukup, sebaiknya pulang dengan pengalaman yang telah dimiliki dan bekerja di dalam negeri pada sektor yang sama dengan bekal pengalaman yang telah ada. Tujuannya agar pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki bisa menjadi akselerator perubahan dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H