MANUSIA MEMPEROLEH MAHKOTA JIKA BERJUANG SECARA SAH
Oleh : Weinata Sairin
"Qui legitime certaverit coronabitur. Siapa yang berjuang secara sah, dialah yang akan mendapatkan mahkota."
Hidup ternyata tidak sekadar bisa bernapas dengan lega bukan bernapas dalam lumpur seperti dalam film zaman baheula. Hidup tidaklah sekadar bisa tidur nyaman tanpa alprazolam. Hidup tidak hanya mengalir begitu saja, mengikut arus zaman, mengikut arah angin, atau menari dengan gendang orang lain. Hidup adalah sesuatu yang amat agung, kudus dan mulia. Ada prinsip-prinsip, ada teologi, ada ideologi (walaupun Daniel Bell bilang ideologi sudah selesai), ada etik, moral, ada kepantasan, ada strategi, ada seni untuk bisa bertahan, ada ini dan itu. Pendeknya, hidup itu tidak sesederhana yang dibayangkan. Apalagi cuma makan tidur, ngopi, menggosip dan bikin hoax, bikin gaduh dan berhasrat mudarat.
Hidup adalah berkat dan privilese dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu, hidup jangan direduksi, dikecilkan, atau disederhanakan. Hidup jangan diabaikan apalagi diisi dengan hal-hal yang kontraproduktif, apalagi yang bisa menjerat seseorang ke pidana dan berujung di penjara. Orang bijak berucap, hidup itu adalah perjuangan; perjuangan untuk melawan kuasa diabolic,demonik, perjuangan untuk menegakkan prinsip-prinsip kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama dan sejalan dengan ajaran para leluhur.
Dalam hidup ini, kita terpanggil untuk mempersembahkan kurban(sacrifice) bagi Tuhan dan sesama manusia, dan kita harus menghindar dari tindakan yang menyebabkan orang lain, siapa pun dia, menjadi korban(victims)Kita harus membantu banyak orang yang dalam posisi tengah menjadi korban. Itulah hidup yang mulia, hidup yang menjadi berkat bagi orang lain karena kita sudah terlebih dulu memperoleh berkat dari Allah.
Hidup yang mulia adalah hidup yang bersedia berjuang dan berdedikasi. Hidup yang tidak terlalu mengalkulasi dan mengejar keuntungan semata. Hidup dengan spirit ugahari, kesahajaan. Hidup yang solider dan menyatutubuh dengan orang lain. Hidup yang terarah ke luar dan bukan yang introvert, hidup yang narcis. Hidup yang dipenuhi kebaikan dan kebajikan akan terus mengharumkan nama seseorang, bahkan setelah ia meninggal.
Lord Shaftesbury, bangsawan dari Shaftesbury, adalah seorang pekerja sosial. Ia meninggal tahun 1885. Pada saat pemakamannya orang-orang memadati daerah Trafalgar. Ada sekitar empat puluh ribu buruh pabrik berkumpul memberikan penghormatan terakhir. Sepanjang jalan yang dilalui, berdiri sekelompok orang yang pernah ia tolong. Ini bukti bahwa orang yang selama hidupnya menabur kebajikan, hingga akhir hayatnya banyak orang tetap mengingat karya dan amal yang telah diukirnya.
Mengukir karya terbaik dalam sejarah kehidupan bukan hal yang mudah. Apalagi, dalam dunia yang garang, keras, dan sangar seperti yang acap kita hadapi, orang cenderung bertindak mengabaikan ajaran agama, hukum, etika, moral, dan prosedur baku. Ada banyak orang yang bahkan melakukan praktik suap, gratifikasi, atau apa pun namanya agar ia bisa lolos dari berbagai prosedur baku yang sudah ada, atau untuk membayar para oknum agar seseorang terbebas dari jerat hukum. Orang tidak berjuang hingga tetes darah penghabisan untuk memperoleh "mahkota"; orang bahkan bisa menyiapkan "mahar" agar ia bisa memperoleh mahkota itu!
Sejak zaman dulu kala, nenek moyang kita memiliki peribahasa "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Peribahasa ini jelas mengajarkan bahwa ada perjuangan yang mesti dilakukan dalam hidup ini. Ada proses, ada "protap (prosedur tetap)", ada "sisdur (sistem dan prosedur)" yang mesti ditempuh. Seseorang tak bisa ujug-ujug naik ke puncak tanpa mau berjuang dengan fair. Ijazah atau gelar apapun takbisa dibeli itu harus diperjuangkan.
Agama-agama mengajarkan bahwa kita mesti menaati aturan dalam rangka kita mencapai sesuatu. Tak bisa ada jalan pintas, apalagi yang melawan hukum dan menodai agama. Kita semua orang-orang yang taat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang saleh/solehah dan setia menjalankan ajaran agama. Ajaran luhur dan sakral-transendental itu kita praktikkan di kantor, di dunia politik, di bidang ekonomi, di parlemen, di dunia militer, dan di mana pun di ruang-ruang sejarah.