Lihat ke Halaman Asli

Wege Ocarm

Mahasiswa Ilmu Filsafat

Gereja Indonesia Berpolitik

Diperbarui: 9 Februari 2024   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gereja pedalaman Ruteng, Waerebo. (Foto: blass)

Pertanyaan fundamental dan tetap aktual mengenai partisipasi Gereja dalam politik ialah apakah Gereja berpolitik? Politik merupakan hak fundamental setiap warga gereja. Misalnya seorang biarawan-biarwati in se memiliki hak politiknya. Hak ini melekat erat dalam dirinya dan tidak diberikan oleh siapapun. Secara yuridis-politis semua orang mempunyai hak politik. Sebab politik merupakan hukum kodrati (ius naturalis) yang tidak bisa dibatalkan oleh hukum positif (ius positifum) yang dibuat manusia. Jadi, setiap orang baik religius maupun non religius mempunyai hak politik.

Sejarah Gereja Katolik Indonesia unik karena orang katolik turut ambil bagian dalam politik perjuangan bangsanya. Misalnya tahun 1928, paritisipasi pemuda katolik nyata, orang katolik turut ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Orang katolik juga ambil bagian dalam politik (bdk. Mgr. Soegijo Pranata dan Frans Seda, Rm Mangun, Wilhelm Emanuel von Ketteler).

Gereja Katolik Indonesia akhir-akhir ini kurang efektif dalam merespons persoalan sosial politik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: Pertama, sebagian besar umat Katolik memandang politik itu kotor, licik, penuh intrik dan persaingan. Keterlibatan seseorang dalm dunia politik, dianggap berbuat dosa. Kedua, kurangnya penekanan fungsi diakonia gereja, sehingga warga gereja kurang peduli terhadap isu politik. Ketiga, kurang memberikan/menyertakan dimensi politik dalam pendidikan dan pembinaan iman. Pembinaan iman oleh para katekis, imam, dan religius lebih bersifat teologis-eklesial. Keempat, Gereja dinilai kurang mampu mengkomunikasikan pandangan dan sikap politiknya kepada masyarakat sehingga pandangan-pandangan Gereja tidak dimengerti oleh umat katolik sendiri dan masyarakat luas.

Leonardo Boff berpendapat bahwa ditinjau dari hakikat pelayanannya Gereja bersifat politik. Berhadapan dengan fakta ketidakadilan sosial, Gereja mesti bersifat politis dan tidak bisa apolitis. Bagaimana dimensi politik dari pelayanan Gereja harus dipahami dalam kerangka iman Kristen katolik? 

Uskup Romero, pahlawan orang-orang miskin yang haknya dirampas oleh pemerintah El Savador, menegaskan bahwa keyakinan iman dan transendensi nilai-nilai Injil adalah kekuatan yang membimbing dan menopang Gereja untuk berdiri tegak dan terlibat dalam persoalan-persoalan politik.  Namun, tidak dapat dimungkiri kenyataan bahwa masih ada gereja-gereja lokal yang apolitis. 

Gereja Flores khususnya  mengasosiasikan politik itu dengan sesuatu yang kotor, sekular, dan harus dihindari. Politik sering diakitkan dengan kebohongan atau propaganda yang melahirkan korupsi. Boff menegaskan bahwa pandangan yang demikain itu tidak salah. Politik yang demikian itu adalah politik yang telah rusak atau mengalami patologis . Politik pada hakikatnya memiliki tujuan yang sangat mulia dan positif sebgaimana digagaskan oleh Aristoteles bahwa manusia itu makhluk politis. Bagi Aristotelse politik adalah pengorganisasian dari kebutuhan hidup sosial manusia. Sehingga menurut dia politik itu kodrat dasar manusia yang adalah makhluk pribadi dan sosial. Ketika Gereja berbicara tentang dirinya sebagai entitas politis, maka ia berbicara tentang politik dalam arti positif.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline