[caption caption="Salman Al Hamoud serukan 'perang' dengan FIFA / sumber : alkuwaityah"][/caption]
Selain Indonesia yang disanksi FIFA akibat intervensi pemerintah terhadap PSSI, ada satu negara lagi yang juga mengalami nasib yakni Kuwait yang tercatat pernah menjadi juara Piala Asia 1990 dan tampil di Putaran Final Dunia. Seperti halnya Indonesia, Timnas Kuwait pun gugur haknya untuk melanjutkan perjuangan mereka di kualifikasi Piala Dunia 1998 Rusia zona Asia serta wakil Kuwait di Piala AFC 2016 pun otomatis tidak bisa melanjutkan kiprahnya diturnamen antar klub kasta kedua di Asia tersebut.
Lalu bagaimana perkembangan terakhir Kuwait terkait sanksi FIFA? Apakah sama seperti Indonesia yang terakhir telah mengirim Ketua Komite Ad Hoc, Agum Gumelar bersama Ketua KOI, Eric Thohir untuk bertemu Presiden FIFA, Gianni Igfannito atau mengikuti cara Michael Platini yang membawa kasusnya hingga tingkat pengadilan arbitrase internasional ? Ternyata pilihannya mirip dengan Michael Platini yakni melakukan perlawanan terhadap FIFA melalui jalur hukum terkait sanksi yang telah dijatuhkan FIFA.
Sebuah laporan yang disusun oleh menteri Kuwait urusan informasi dan pemuda, Sheikh Salman Al-Hamoud yang diterbitkan oleh surat kabar Kuwait Al-Qabas menetapkan strategi untuk melawan terhadap federasi internasional terkait sanksi yang dijatuhkan tersebut, dengan elemen kunci sebagai bahan yang akan diajukan kepada badan arbitrase olahraga internasional.
"Pemerintah menunjuk sejumlah ahli dan spesialis hukum dari Kuwait dan luar Kuwait dalam hal melanjutkan dengan sejumlah kasus pengadilan hukum untuk hadir di pengadilan yang kompeten. Sebuah firma hukum asing telah dikontrak dari luar Kuwait. [Itu] mengambil semua tindakan yang diperlukan dan mengajukan kasus pengadilan hukum untuk membatalkan IOC dan FIFA keputusan penangguhan Kuwait dan kompensasi permintaan terhadap suspensi,” bunyi rilis dari sumber tersebut.
"[Ini juga] mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengajukan kasus hukum di pengadilan Kuwait dan mengajukan klaim keuangan terhadap organisasi olahraga nasional (Komite Olimpiade Kuwait, Federasi Sepakbola Kuwait, Federasi Renang Kuwait, Federasi Bola Basket dan Bola Volley Kuwait). Tujuh kasus telah diajukan terhadap Komite Olimpiade Internasional dan FIFA di Pengadilan Arbitrase Olahraga dan luar Kuwait,” lanjut sumber tersebut.
Pemerintah Kuwait menegaskan undang-undang itu yang diresmikan tahun lalu yang menjadi sumber sanksi FIFA yang memang konsisten dengan statuta FIFA serta sanksi dari Komite Olahraga Internasional. Sehingga diperlukan intervensi dari PBB untuk menengahi pembicaraan antara IOC dan pemerintah Kuwait selama sanksi berlangsung. Namun pemerintah Kuwait tidak melaksanakan resolusi yang disepakati dalam pembicaraan tersebut, salah satunya adalah untuk berhenti semua kasus pengadilan terhadap federasi memaksakan larangan.
“Semua kasus pengadilan yang diajukan terhadap IOC oleh Pemerintah Kuwait dan melawan Komite Olimpiade Kuwait dan Federasi Sepakbola Kuwait akan ditarik," tulis sumber PBB.
"Pemerintah Kuwait menolak untuk menandatangani roadmap yang diusulkan oleh IOC, tidak ada konflik antara hukum dan piagam Olimpiade,” ungkap Salman Al-Hamoud mantap terkait penolakan pemerintah Kuwait serta mengusulkan penghapusan federasi olahraga nasional dan menggantinya dengan "klub" lebih mudah dikontrol oleh pemerintah.
Satu kekhawatiran yang muncul apabila Kuwait diizinkan kembali kepanggung olahraga internasional tanpa perubahan substansial untuk undang-undang olahraga tersebut dapat menjad sebuah preseden buruk akan prinsip otonomi olahraga.
Menarik ditunggu perkembangan terakhir kasus yang kini dihadapi Kuwait dan juga tentunya negara tercinta, Indonesia. Jelang kongres FIFA (12-13 Mei) mendatang yang memang salah satu agendanya adalah membahas tentang status negara yang sedang disanksi FIFA memang ada baiknya baik Kuwait maupun Indonesia melakukan tindakan yang tepat selain tentunya mencari dukungan kepada Asosiasi Sepakbola negara anggota lainnya.