(Kisah 1001 Malam dan Kisruh PSSI - Menpora / sumber foto : Sindonews dan Wikipedia)
Ada sebuah artikel menarik yang penulis pernah baca disebuah harian olahraga nasional tentang kisruh yang melanda sepakbola Indonesia dari kacamata Kisah 1001 Malam yang berjudul “Dongeng Sepakbola di Negeri Tarkam/ editor Nana Sumarna). Walau harus diakui dongeng tidak bisa dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan solusi karena situasi dan zaman yang berbeda, namun nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya (yakni Kisah 1001 Malam) masih bisa diterapkan maupun diaplikasikan dalam mencari solusi atas kisruh yang melibatkan PSSI dan Kemenpora RI yang berujung disanksinya Indonesia oleh FIFA.
Kisah 1001 Malam merupakan karya sastra dari abad pertengah yang mengisahkan tentang Ratu Sassanid yakni Scheherazade yang menghadapi hukuman mati dari sang suami, Raja Shahryar. Rangkaian kisah-kisah menarik diceritakan oleh Scheherazade kepada sang raja setiap malam dan selalu mengakhiri kisahnya dengan akhir yang menegangkan dan menggantung. Sehingga sang Raja selalu ingin tahu akhir dari ceritanya dan menangguhkan perintah hukuman mati kepada sang isteri.
Kisah 1001 malam sebenarnya pas bila dihubungkan dengan konflik yang terjadi antara PSSI dan Menpora RI. Yang membedakan hanyalah subyek yang menangguhkan, dimana di Dongeng 1001 Malam sang Raja Shahryar yang menangguhkan hukuman mati kepada isterinya sedangkan dalam pembekuan PSSI , Menpora RI ‘keukeuh’ mempertahankan pembekuan PSSI walau pengadilan mengatakan lain. Sedangkan PSSI seperti halnya Ratu Scheherazade berusaha mempertahankan status quo-nya.
Lalu apa nih hubungannya dengan Wakil Presiden RI, Jusuf Kala dalam hal penyelesaian konflik PSSI dengan Menpora RI. Usut punya usut ternyara Pak Wapres peduli dengan kondisi yang ada dimana sepakbola terancam di Asian Games 2018 jika Indonesia masih disanksi FIFA (atau mungkin bisa lebih dari sekedar sanksi kali, Pak Wapres) serta posisi Indonesia diranking FIFA yang terus merosot hingga ke-180 di Januari 2016 (mungkin bagi sebagian kalangan tidak penting, lha wong FIFA nya aja sedang bermasalah).
"Sepak bola itu pertandingan. Jika tidak ada kompetisi tentu turun peringkatnya,"kata Wapres Jusuf Kalla saat menjadi pembicara kehormatan di News Forum Indonesia 2016 Challenges And Opportunities di Gedung MNC News Center, Jakarta kemarin (21/01).
"Saya harap tahun ini (2016) selesai, kalau tidak, Indonesia tak bisa ikut Asian Games,"kata Jusuf Kalla mengingatkan tentang even Asian Games XVIII yang akan akan digelar 18 Agustus hingga 2 September 2018.
Lalu apa yang diharapkan Pak Jusuf Kalla kepada PSSI dan Menpora RI ? apalagi kalau bukan berharap kedua pihak lebih mementingkan kepentingan nasional daripada egonya masing-masing. Karena jika keduanya keras kepala menurut Pak Wapres yang sering dipanggil JK tersebut akan merugikan sepakbola nasional.
"Semua ada batasannya, karena kalau FIFA keras akan merugikan Indonesia. Mudah-mudahan selesai tahun ini," harap Pak Jusuf Kalla. (sumber : Sindonews).
Dan sebagai penutup kembali mengkombinasikan antara kisah 1001 Malam serta Jusuf Kalla maka apa yang menjadi pesan moral dalam kisah 1001 Malam dapat diimplementasikan sebagaimana harapan Pak Wakil Presiden. Apa itu ? Ada tiga nilai moral yang bisa diambil dari kisah 1001 malam terkait kisruh persepakbolaan nasional yakni :
1. Setiap masalah selalu ada solusinya
2. Keteguhan dapat membuat masalah mencapai solusinya ,dan
3. Kekuatan batin dapat mempertahankan keteguhan.
Monggo Pak Menpora dan Pengurus PSSI dalam hal ini Presiden PSSI, La Nyala Mattalitti semoga ada solusi konkrit yang bisa dicapai untuk sepakbola nasional.