Lihat ke Halaman Asli

Achmad Suwefi

TERVERIFIKASI

pekerja swasta penggemar Liverpool, Timnas dan Argentina

Gw Boleh Ditidurin sama Siapa Aja, tapi Hati Gw Tetep Milik Lu

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suatu hari terjadi obrolan antara seorang Kyai Kocak, Kyai Adung namanya yang berdialog dengan dua orang wanita mengenai kesetaraan gender, let's go on the TKP :

"Kyai, kesetaraan gender itu wajib hukumnya,” kata Meliahe Mesedeh Smeleketeh Weleh Weleh

“Betul itu, Bu Smeleketeh.Sudah saatnya perempuan tidak lagi direndahkan,” sahut Sugiarti Murtini Sutikni, aktivis feminism tulen

“Siapa yang merendahkan ibu-ibu ini?” respon Kyai Adung

“Ya, siapa lagi, kalo bukan para lelaki?” jawab Smeleketeh ketus

“Lho, apa saya termasuk merendahkan ibu-ibu semua?” Kyai Adung herman. Heran kale

“Apa Kyai nggak ngerasa bahwa Kyai selalu menempatkan diri sebagai pemimpin? Selalu berdalih laki-laki adalah qawwam (pemimpin) bagi perempuan,” Sugiarti nyerocos berapi-api kayak semburan kembang api.

“Betul itu.Ujung-ujungnya, laki-laki merendahkan perempuan.Padahal,m perempuan setara dengan laki-laki,” suara Smeleketeh semakin meninggi.

Kyai Adung melongo

“Kok, kyai melongo. Jawab, dong … “

Sugiarti emosi macam anak kecil kalah main gundu, terus diledekin lawan mainnya.

“Lalu, ibu-ibu ini mau disamakan dalam hal apa? Kita memang diciptakan sudah dalam kodrat yang berbeda.Sampai kiamat pun, perempuan akan tetap berbeda dengan laki-laki.Apa saya harus hamil, melahirkan, menyusui, atau haid supaya bisa sama dengan ibu-bu?”

Iih, naïf banget, sih.Dalam hal kodrat, kami memang harus hamil dan menyusui.Tapi, berikan pula hak kami menolak untuk hamil dan menyusui.Ini demi keadilan.kalo para suami punya hak menghamili kita, kita punya hak juga untuk menolak hamil.Berikan peran yang lebih besar agar perempuan setara dengan laki-laki.”

Smeleketeh semakin membuat Kyai Adung makin melongo.

Sejenak Kyai Adung berdialog dengan batinnya sendiri.

Ya salaaaam, ini mah benar-benar sudah setuju dengan worldwide kaum feminis barat. Nanti ujung-ujungnya bakalan nuntuk hak untuk melakukan aborsi dan hak mintacerai tanpa syar’i.

Mengapa mereka nggak mikir bahwa gerakan feminism dan kesetaraan gender lahir karena kondisi perempuan di Barat itu dulunya tertindas? Dulu mereka ditindas sebebas-bebasnya.Karena itulah, mereka menyuarakan kesetaraan gender.

Sekarang ini, mereka mendapatkan kebebasan yang sebebas-bebasnya, termasuk bebas bebas berzina dengan siapa saja asalkan suka sama suka.Makanya, tidak heran jika di film-film barat, sering diselipkan adegan atau dialog yang menyatakan demikian, : I slept with him, but my heart is with you,” Gw boleh ditidurin sama siapa aja, tapi hati gw tetep milik lu. Kira-kira begitu.

“nah kalo urusan menolak hamil dan menyusui, minta ke suami masing-masing dong. Jangan ke saya.Emang saya laki-laki apaaan?” Kyai Adung mulai pasang jurus.

Mulai, dah jailnya Kyai Adung nongol.Bikin merah wajah Smeleketeh dan Sugiarti.

“Jangan geer , ya kyai.Kita diciptakan Tuhan Yang Maha adil sebagai makhluk yang setara.Tuhan tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan hanya karena gender.Kami bisa mengambil alih tanggung jawab laki-laki. Siapa bilang tidak bisa?” Sugiarti Nampak benar sewotnya

“Yang membeda-bedakan itu sesungguhnya ente juga dan orang-orang yang menuntut kesetaraan.’ Kan, ente sendiri yang nggak merasa setara.”

“Yee … jangan bolak balikin fakta dong, Kyai … “ Smeleketeh tambah geram

“Okeh, okeh … sekarang katakana, saya harus bagaimana?”

“Ubah cara pandang Kyai pada perempuan yang bias gender,” kata Smeleketh

“Persoalannya, apa ibu-ibu ikhlas jika saya bersikap tidak bias gender?”

“lho, mengapa harus ditanya? Kami ini justru tengah berjuang supaya kami bisa setara dengan Kyai,” Sugiarti bertambah tegas

“Baiklah kalo begitu.Maas, siapa nama Ibu?”

“Sugiarti Murtini Sutikni.”

“Owkeh.Saya akan mulai menyetarakan dari nama dulu.Sekarang nama ibu yang unik dan cantik itu, saya ganti dengan yang setara dengan laki-laki.”

“Maksudnya?” Sugiarti berbalik kecut.

“Sekarang, ibu saya panggil dengan nama setara dengan laki-laki, yaitu “Sugiarto Martono Sutikno”.Selanjutnya, ikut saya ke kebun belakang rumah yang sepi.”

“Mau ngapain?”

“Manjat pohon kelapa lima belas batang!Petik kelapa yang sudah tua.Biar murid saya, si Cahyo, yang dibawah bagian ngumpulin kelapanya.”

Ibu Sugiarto, eh, Sugiarti jadi melongo.Sementara si Smeleketeh blingsatan menahan kesal.

Kekekekekekekekekekek …

(sumber: Rehat bersama Kyai Kocak, Kyai Kocak vs Liberal / Abdul Mutaqin/ penerbit: Salsabila)

Islam adalah agama yang “rahmatan lil alamin”, hak-hak para wanita sangatlah diperhatikan. Setiap wanita mempunyai hak untuk meningkatkan kemampuan yang dia miliki agar mempunyai ilmu, pengetahuan dan pengalaman layaknya seorang pria.

Tetapi seorang wanita tidak dapat mengingkari kodratnya sebagai wanita, yang kelak akan menjadi seorang isteri dan seorang ibu. Tanpa dia menghilangkan status dia sebagai seorang wanita karir, pemimpin perusahaan, ilmuwan ataupun pekerjaan lainnya.

Sehebat-hebatnya seorang perempuan dalam bidang yang dia geluti sehingga mampu mengalahkan kemampuan seorang pria dan membuat dirinya menjadi pemimpin sekalipun, tidak akan pernah menghilangkan kodratnya sebagaimana hal diatas.

Adalah sebuag keindahan yang sempurna, manakala seorang wanita mampu dan sukses dalam pekerjaan atau bidang yang dia geluti tetapi dia juga sukses menjadi seorang ibu yang anak-anaknya menjadi kebanggaan keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

Kesetaraan gender adalah “west campaign” yang memang dikampanyekan oleh LSM-LSM yang mengusung feminism dalam hal menuntut kesetaraan hak untuk para wanita, tetapi mereka lupa bahwa sesungguhnya para wanita juga mempunyai kewajiban yang tidak bisa dihilangkan dalam kodratnya sebagai wanita.

Kesetaraan gender pada hakikatnya adalah penghargaan kepada eksistensi seorang wanita untuk mendapatkan hak kehidupan yang sama seperti halnya kaum pria seperti pendidikan, pekerjaan. Tanpa pernah sedikitpun meninggalkan kodrat hakiki-nya sebagai seorang wanita.

Salam Kompasiana,

Wefi

(ditulis sebagai bahan renungan jelang Hari Kartini /21 April 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline