Lihat ke Halaman Asli

Achmad Suwefi

TERVERIFIKASI

pekerja swasta penggemar Liverpool, Timnas dan Argentina

15 Tahun Reformasi : Memaknai Keadilan yang Semakin Memudar

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam Kompasiana,

Hari ini, tepat 15 tahun sudah berlalu saat reformasi terjadi negeri ini. Perjalanan 15 tahun bukanlah waktu yang pendek tentang cita-cita reformasi yang dicetuskan dengan ditandai mundurnya Pak harto sebagai presiden Republik Indonesia yang merupakan representasi rezim Orde baru.

Kembali terngiang ingatan saya ke masa-masa 1998 (15 tahun yang lalu), bagaimana kami bergabung dalam seluruh elemen mahasiswa Indonesia (waktu itu saya bergabung dalam rombongan besar jaket kuning, maklum mantan lulusan Politeknik UI) bersatu untuk satu tujuan terciptanya Indonesia yang lebih baik melalui reformasi, saat mengalami penyerangan di kampus UI Salemba dan bermalam di gedung DPR/MPR seakan menjadi pengalaman yang tak bisa dihapur dari memori walau harus rela mengorbankan tugas akhir yang terpaksa mundur 6 bulan kemudian.

Perjuangan kami waktu memang harus memakan korban rekan-rekan seperjuangan kami di universitas Tri Sakti, tetapi perjuangan itupun berakhir dengan mundurnya Pak Harto sebagai symbol kekuasaan rezim Orde Baru, disambut dengan penuh suka cita sampai harus menyebur kolam di gedung DPR/MPR.

Tapi, kini perjalanan 15 tahun paska reformasi 14 Mei 1998 tak Nampak perubahan yang radikal dalam Negara ini, semua terasa lebih tidak menyenangkan. Disatu sisi patut disyukuri bahwa kemerdekaan menyuarakan pendapat begitu diakomodir, walau memang masih banyak dijumpai kasus kekerasan kepada wartawan ataupun kepada masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya. Kebebasan beragama juga semakin bebas malah cenderung kebablasan sesuatu yang tidak bisa jumpai saat Pak Harto memimpin.

Tetapi keadilan dalam bidang ekonomi, politik dan social seakan masih jauh dari harapan. Bergantinya rezim diharapkan dapat merubah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam praktek Negara ini, Korupsi Kolusi dan Nepotisme seakan menjadi nafas yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan pemerintahan diberbagai sendi kehidupan.

Keadilan ekonomi tidak Nampak, kebutuhan hidup dan harga barang yang terus meninggi seakan membuktikan bahwa masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan tidak memiliki hak yang sama untuk dapat hidup layak di negeri ini, angka kemiskinan yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelum reformasi seakan menjadi pembenaran .. bahwa yang kaya makin kaya & yang miskin pun makin miskin (seperti lagu Bung Rhoma), berdasarkan data yang saya lihat 1997 angka jumlah penduduk 27 juta, sekarang setelah 15 tahun berlalu di tahun 2012 angka kemiskinan kita di angka , melihat angka tadi seakan tidak ada sesuatu yang berubah mengenai keadilan ekonomi dineger ini.

Pun dengan keadilan social, keadilan politik menunjukkan gejala yang sama. Berita kekerasan yang terjadi seakan menjadi pembenaran betapa tingkat hubungan social dinegeri ini juga sudah mulai memudar, apalagi dibidang politik dimana kecenderungan terjadinya nepotisme politik begitu kentara dengan banyak dinasti politik dari satu keluarga.

Itulah yang menjadi pertanyaan saya dalam hati, harus saya akui saya juga merupakan bagian dari orde baru, karena saya hidup, dan dapat sekolah tinggipun dizaman pak Harto (sampai mendapat bea siswa pun dari bea siswa Supersemar), saya dan keluarga menikmati kemudahan hidup dan saya tidak mengerti artinya kebebasan dalam arti luas, bagi saya waktu itu bebas bersekolah dengan biaya yang tidak mahal, pelayanan yang baik serta hal lainnya seakan menjadi cerita tersendiri betapa memang mudah hidup dizaman Pak harto.

Sedikit merenung tentang memaknai arti keadilan, karena bagaimanapun 15 tahun reformasi di negeri ini, kelihatan nilai keadilan semakin memudar, karena bagaimanapun keadilan semakin memudar karena hukum sendiri tidak berjalan pada jalur yang sebenarnya, keadilan yang timpang dibidang ekonomi, politik dan social seakan mampu menjadi sebuah kekuatan untuk mempermainkan hukum dinegeri ini.

Kitapun selalu dinina bobokan dengan kalimat bahwa hukum adalah panglima yang harus ditegakkan dinegeri ini walaupun langit akan runtuh

…. “Orang tahu hukum member kepastian.Hukum member aturan.Dan hukum diatas segalanya, member kita perlindungan.Bukan karena hukum pula rakyat kecil tak mudah disepak oleh mereka yang kuat? Dan bukankah karena hukum warga kita terjamin, tak mudah digusur-gusur dari tempat tinggalnya?Hukum adalah wakil nabi-nabi yang sekarang ini sudah menikmati hak istirahat mereka,Mungkin malah wakil Tuhan itu sendiri.Hukum, pendeknya sesuatu yang suci.Ayo, apa lagi ? Cah edan … (ora kedumean),”

“And Justice for all, ya Kek?”

“Jangan sinis kamu. Kamu tidak pernah merasakan bagimana pahitnya perjuangan revolusi.”

“Dan nikmatnya kedudukan itu macam apa, kek?”

“We lha, bocah …” Kakek kita memungut tongkat gadingnya tapi sang cucu sudah lenyap …. (diambil dari buku Moralitas Kaum Pinggira, sub judul Harga Sebuah Peraturan,Mohammad Sobary, Penerbit Mizan)

Bagaimanapun kedudukan dapat mempengaruhi sebuah ketidak adilan manakala dipergunakan dan didapat dengan cara yang salah. Tujuan reformasi 1998 untuk menuju Indonesia yang baik seharusnya mampu menjadi dasar pemikiran stake holder bangsa ini untuk membawa negeri ini menjadi lebih baik diatas kepentingan pribadi ataupun golongan.

Karena bagaimanapun sebagai seoran Muslim yang tinggal di Indonesia, bagaimanapun Pancasila dengan lima silanya mengajarkan pokok dasar untuk kehidupan negeri ini, dan kecenderungannya adalah selalu pada kata ADIL.

Dimulai dengan esensi awal Keyakinan kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa, merupakan dasar terpenting sebagai landasan kita dalam bertindak dengan keyakinan Tuhan Yang Maha Esa selalu ada dan mengawasi kita membuat kita tidak mudah berbuat seenaknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukan masyarakat yang berketuhanan akan selalu mewujudkan semangat untuk memanusiakan semua masyarakat dalam semangat keadilan dan beradab sehingga akan muncullah persatuan negeri ini, dan manakala terjadi selisih dan perbedaan maka semangat musyawarah untuk mufakat untuk satu semangat yang ada hingga akhirnya akan negeri Indonesia yang berkeadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ingat seluruh rakyat Indonesia bukan sebagian golongan rakyat Indonesia.

Semoga 15 tahun reformasi negeri ini, akan menyadarkan seluruh stake holder negeri ini yang berbeda baju, berbeda warna kepentingan serta berbeda tujuan akan bersatu dalam satu dimensi bernama Indonesia yang berazaskan Pancasila untuk dapat mewujudkan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan juga semoga 15 tahun reformasi bukan sebagai sebuah titik atau noktah yang pernah ada dinegeri ini, sehingga tidak mampu menghadirkan sebuah semangat perubahan menuju Indonesia yang lebih berkeadilan yang nyata dan bukan slogan semata.

Salam Kompasiana,

Wefi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline