Lihat ke Halaman Asli

Achmad Suwefi

TERVERIFIKASI

pekerja swasta penggemar Liverpool, Timnas dan Argentina

"Jadi Supir Sekarang Ndak Kayak Dulu"

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Fi, Jadi Supir sekarang ndak kayak dulu,” ungkap Mang Kadar tetangga rumah yang dulu bekerja bareng bokap sebagai supir Bemo di awal 80-an saat kami hendak menuju masjid untuk shalat maghrib berjamaah.

“Tahun 80 hingga 90-an mungkin zamannya para supir mengalami masa jayanya,” lanjutnya

Penulis sendiri hanya coba mendengarkan apa yang dikatakan Mang Kadar, sambil meresapi setiap perkataan yang memang ada benarnya tersebut. Sambil menerawang bagaimana perjalanan kedua orang tua penulis dulu bekerja keras banting tulang demi anaknya.

“Bapak dan Ibu hanya bisa memberikan kamu ilmu nak, itu yang akan engkau bawa sebagai bekal dihari depanmu nanti,” ungkap Ayahku suatu waktu.

“Bapakmu bisa bangun rumah dikampung sampai anak sekolah tinggi, secara tidak langsung hasil dari supir bemo, fi,” terang Mang Kadar.

Kesimpulan tetangga ku yang juga teman ayah penulis bisa jadi bersifat relatif karena memang semua tergantung kepada pribadi masing-masing dan bagaimana mereka mampu mengelola pendapatan dengan semaksimal mungkin sehingga mampu memberikan nilai atau value bagi kehidupan mereka.

Penulis bersyukur dikaruniai ALLAH SWT seorang Ayah yang hebat walau hanya seorang supir Bemo setelah sebelumnya datang ke Jakarta tahun 70-an bekerja sebagai supir helicak, serta almarhumah ibu rumah tangga yang setia menemani sang suami dalam membesarkan putra-putranya hingga bisa bersekolah tinggi utamanya adik penulis yang sudah lulus S-2 dan sekarang sedang di Belanda.

Jadi supir sekarang utamanya supir Angkot memang lumayan berat apalagi semakin banyaknya motor pribadi yang dengan tanpa DP pun bisa memilikinya asal sanggup membayar cicilannya setiap bulan. Membuat penumpang yang biasanya naik Angkot kini beralih naik motor untuk menuju tempat kerjanya atau kegiatan lainnya.

“Yach sabar aja mas Wef, dijalani saja kalau memang sudah milik ndak akan kemana kok,” ungkap tetangga rumah yang memang menjadi supir Angkot trayek Cibitung – Cikarang.

Menjadi supir TransJakarta mungkin lebih enak karena gajinya 2 juta lebih dan sudah pasti tiap bulan menerima, tetapi semua kembali ke masing-masing sehingga berapapun yang diterima akan bermanfaat tergantung dari pemanfaatannya. Walau memang harus diakui menjadi Supir era 80-90 an terasa lebih dibanding sekarang.

Situasi politik yang cenderung stabil, harga sembako dan BBM yang cenderung terjangkau plus biaya pendidikan dan kesehatan yang terjangkau membuat Supir Bemo, Bajaj sekalipun dapat menyekolahkan anaknya sekolah tinggi yang penting memiliki tekad dan niat kuat.Sedikit berbeda diera sekarang yang cenderung lebih demokratis katanya, apa-apa serba naik sehingga walau gaji naikpun tetap akan sama, tetapi semua kembali ke kita memang apapun profesinya.

Semoga bermanfaat untuk rekan Kompasiana.

Salam Kompasiana,
Wefi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline