[caption id="attachment_395467" align="aligncenter" width="600" caption="Basuki Tjahaja Purnama/Kompas.com"][/caption]
Sebagaimana yang diberitakan melalui rilis yang dikeluarkan Indeks Stop-Start Castrol yang mengamati kondisi lalu lintas di 78 kota dan wilayah di seluruh dunia, termasuk Asia, Australia dan Eropa, serta Amerika Utara dan Selatan. Indeks, bagaimanapun, tidak termasuk India atau Vietnam. Data indeks yang digunakan bersama secara anonim oleh jutaan pengguna perangkat navigasi TomTom di seluruh dunia untuk mengukur berhenti rata-rata dan mulai membuat per kilometer dalam setiap kota. Sosok itu kemudian dikalikan dengan jarak rata-rata perjalanan per tahun.
Menurut survei, tersedia di magnatec.castrol.com, Jakarta menduduki peringkat kota dengan jumlah tertinggi berhenti dan mulai, dengan rata-rata 33.240 per pengemudi per tahun. Dan berikut daftar peringkat yang dikeluarkan magnatec.castrol.com tersebut :
1. Jakarta, Indonesia – 33,240 indeks berhenti –jalan
2. Istanbul, Turki – 32.250 indeks berhenti – jalan
3. Mexico City, Meksiko – 30.840 indeks berhenti –jalan
4. Surabaya, Indonesia – 29.880 indeks berhenti –jalan
5. St Petersburg, Rusia – 29.040 indeks berhenti –jalan
6. Moskow, Rusia – 28.680 indeks berhenti –jalan
7. Roma, Italia – 28.680 indeks berhenti –jalan
8. Bangkok, Thailand – 27.480 indeks berhenti –jalan
9. Guadalajara, Meksiko – 24.840 indeks berhenti –jalan
10. Buones Aries, Argentina – 23.760 indeks berhenti –jalan.
"Tentu saja. Selama Jakarta tidak memiliki sistem transportasi massal berbasis rel yang layak, kita akan selalu macet, "kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu.
Menanggapi survei, Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mengakui bahwa kemacetan lalu lintas Jakarta mungkin juga menjadi salah satu yang terburuk di dunia. Malah disalah satu running text di TV Swasta tadi padi disebut AHOK , kondisi kemacetan Jakarta mengerikan. Tentunya AHOK, selaku orang nomor satu di Pemerintah Daerah DKI Jakarta tidak akan berdiam diri, apalagi telah banyak ide dan gagasan yang dia munculkan.
Sedang Dinas Perhubungan DKI Jakarta pernah melakukan perhitungan terkait total perjalan dari wilayah komuter yang mencapai 6,96 juta perjalanan. Biaya kemacetan mencapai Rp. 45,2 trilyun/tahun yang terdiri dari atas pemborosan BBM, biaya operasional kendaraan, time value, econimic value dan pencemaran energi. Dengan jumlah kendaraan dari Tangerang 2,19 juta , DKI Jakarta 18,77 juta dan 2,52 juta dari Bekasi serta 2,24 juta dari Bogor dan Depok.
Dan berikut siasat atau kebijakan yang akan digunakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam mengantisipasi kemacetan di DKI Jakarta yang cukup buruk tersebut.
1. Membuat rekayasa lalu lintas
2. Meminimilkan keberadaan parkir liar dibadan jalan
3. Razia angkot ngetem
4. Menaikkan tarif parkir
5. Membangun mass rapid transit (MRT) yang ditargetkan beroperasi pada 2018
6. Menerapkan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) dijalan protokol
7. Melarang sepeda motor melintas diruas jalan tertentu.
Memang butuh usaha dan kerja keras dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang juga perlu didukung oleh masyarakat luas baik yang di Jakarta maupun diluar Jakarta untuk mulai menggunakan layanan publik (yang tentunya sudah diperbaiki dan ditingkatkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta).
Jangan sampai kita senang dengan sebuah ungkapan yang diucapkan oleh orang Jepang yang pernah penulis tanyakan kesannya tentang kemacetan di Jakarta dan dia bilang ..
“Orang Jakarta itu orangnya sabar-sabar. Bayangkan saja berjam-jam terjebak macet tetap mampu menikmatinya / sabar” ucapnya kepada penulis.
Salam Kompasiana,
Wefi