Lihat ke Halaman Asli

SURAT RAKYAT UNTUK PRESIDEN

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

SURAT RAKYAT UNTUK PRESIDEN
Oleh: Wardjito Soeharso


#1

Yang terhormat Tuan Presiden,

Selamat Pagi
Selamat Siang
Selamat Sore.

Perkenalkan, kami rakyat jelata
Tinggal di desa yang jauh dari mana-mana
Tak ada bising jalan raya
Tak ada hiruk pikuk buruh berangkat-pulang kerja

Pagi hari di desa kami adalah pagi yang hening
Siang hari di desa kami adalah siang yang tenang
Malam hari di desa kami adalah malam yang lengang

Tapi, meskipun kami jauh dari kehidupan kota
Kami tetap mengikuti riuh gempitanya
Di sore dan malam hari, sambil minum teh dan nyamil ubi
Kami nonton orang-orang kota di televisi

Jadi, walaupun kami hidup di ngarai kaki gunung
Kami mengerti, si pejabat anu ditangkap kapeka karena korupsi
si selebriti itu bercerai karena diselingkuhi isteri
si pedangdut ini bangga pamer auratnya sendiri

Tuan Presiden,

Begitupun, kami tentu mengerti tentang politik
Kami juga mengerti tentang ekonomi
Katanya politik itu ibarat api
Bila tidak hati-hati bisa membakar hangus diri sendiri
Tidak ada kawan atau lawan hari ini
Yang ada hanya hitungan seperti dagang sapi
Katanya ekonomi itu seperti air
Bila tidak waspada bisa menjadi banjir bah
Menggulung dan menenggelamkan siapa saja
yang tak punya pijakan lekat, tak punya pilar penyangga kuat

Tuan Presiden,

Dari televisi kami mengerti politik sedang berkobar membakar
kami paham ekonomi sedang membuncah mengancam jadi bencana
Kami yang hidup di desa hanya bisa melihat diam membisu termangu
Apa yang terjadi dan kami lihat tiap malam di televisi
Cepat atau lambat pasti merangkak merambat menulari
ke setiap sudut pelosok negeri, juga desa di ngarai kaki gunung ini
Panasnya akan terasa menyengat kulit kami
banjir bahnya akan terasa pengap menyumbat nafas kami
Sungguh, kami menjadi ikut ngeri!

Kami ini cuma rakyat jelata, hidup di desa
Yang tahunya hanya mangan wareg nyandang singset omah rapet
siang tidak kepanasan malam tidak kedinginan hujan tidak kebasahan
Kami hidup dengan sederhana
menjaga pikiran perasaan dan tingkah polah
Gemi nastiti ngati-ati
Agar hidup kami selalu utuh menyatu
dengan degup nafas langit dan bumi

Tuan Presiden,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline